Upaya Pendampingan Sertifikasi Halal Produk Jahe untuk Mendorong UMKM Tuju Pitu menjadi Pelaku Ekonomi Halal yang Tangguh
Proses Pendampingan Pembuatan Sertfikasi Halal Resmi dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) kepada UMKM Jahe “Tuju Pitu”. Jejak Rimpang, Jejak Keberkahan : Upaya Pendampingan Sertifikasi Halal Produk Jahe untuk Mendorong UMKM Tuju Pitu menjadi Pelaku Ekonomi Halal yang Tangguh.
PEMALANG - Klareyan, 17 Juli 2025 : Sebuah Hari yang Akan Dicatat dalam Sejarah UMKM Jahe Tuju Pitu di Desa Klareyan
Langit biru membentang luas, awan putih berarak pelan, dan aroma khas pedesaan berpadu dengan semilir angin sore. Di tengah ketenangan itu, terselip sebuah peristiwa penting yang kelak akan menjadi catatan berharga bagi masyarakat Desa Klareyan khususnya Pak Karsidi dan Ibu sebagai owner Tuju Pitu. Hari ini adalah hari yang berbeda, bukan sekadar pergantian waktu dari pagi ke siang, melainkan sebuah tonggak sejarah bagi UMKM Jahe “Tuju Pitu”—usaha lokal yang selama ini gigih bertahan di tengah keterbatasan, namun belum memiliki pengakuan legal formal yang bisa membuka peluang lebih luas.
Bagi Pak Karsidi, pemilik UMKM Tuju Pitu, Kamis ini bukanlah hari biasa. Inilah hari yang telah ia tunggu selama bertahun-tahun—hari di mana mimpi untuk mendapatkan sertifikat halal resmi akhirnya berada di depan mata. Harapan yang ia simpan rapat di hatinya kini mulai terbuka lebar. Dengan sertifikat halal, ia percaya produknya akan lebih diterima oleh pasar, baik lokal maupun nasional. Lebih dari itu, adanya logo halal di kemasan akan menambah rasa percaya diri untuk memasarkan produknya ke toko-toko besar, bahkan membuka peluang masuk ke jaringan ritel modern.
"Saya sudah lama ingin memiliki logo halal di produk saya. Rasanya beda kalau sudah resmi, lebih percaya diri kalau kirim ke toko besar," tutur Pak Karsidi sambil tersenyum penuh harap. Baginya, sertifikat halal bukan sekadar stempel atau formalitas, tetapi bukti keseriusan dalam menjaga kualitas dan kehalalan produk. Ini adalah bentuk tanggung jawabnya sebagai produsen muslim yang ingin memberikan produk yang aman, berkualitas, dan sesuai syariat.
UMKM Tuju Pitu saat ini memproduksi dan memasarkan beragam jamu tradisional dalam botol kemasan, diantara nya :
Kunir Asem :
Khasiat : Membantu melancarkan pencernaan, meredakan nyeri haid, meningkatkan daya tahan tubuhm dan menyegarkan badan
Temulawak :
Khasiat : Meningkatkan nafsu makan, membantu menjaga fungsi hati, mengurangi peradangan, dan meningkatkan stamina
Beras Kencur :
Khasiat : Mengurangi pegal linu, menghangatkan tubuh, menyegarkan tenggorokan,dan menjaga stamina harian
Lempuyang :
Khasiat : Mengatasi masalah pencernaan, meredakan perut kembung, meningkatkan metabolisme, serta membantu mengurangi mual.
Jahe Merah :
Khasiat : Menghangatkan tubuh, meredakan masuk angin, mengurangi mual, dan membantu melancarkan sirkulasi darah.
Proses ini tidak ia jalani sendirian. Sejak pagi, halaman rumah produksinya dipenuhi aktivitas. Salah satu mahasiswi dari Tim KKN-T 123 dari Universitas Diponegoro dan Pendamping Proses Produk Halal (P3H) hadir dengan semangat yang membara. Mereka membawa laptop, dokumen, serta berbagai berkas yang dibutuhkan untuk membantu proses pengisian formulir pendaftaran sertifikasi halal di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Semua dilakukan dengan teliti—mulai dari verifikasi bahan baku, memastikan rantai produksi bersih dan sesuai standar, hingga pendampingan teknis dalam mengunggah dokumen ke sistem.
Tak hanya membantu proses administratif, Alya Putri Pinilih mahasiswa dari jurusan Ekonomi Islam dan Sabbit Qolbi selaku Pendamping Proses Produk Halal (P3H) juga memberikan edukasi singkat kepada Pak Karsidi tentang pentingnya pemasaran berbasis digital. Mereka menjelaskan bagaimana produk jahe dapat dipasarkan lebih luas melalui e-commerce, media sosial, dan kemasan yang lebih profesional. Sebab, sertifikat halal akan memiliki nilai maksimal jika dibarengi strategi promosi yang tepat.
Hari itu, suasana terasa begitu hangat. Ada rasa persaudaraan, ada semangat gotong royong, dan ada keyakinan bahwa langkah kecil ini akan membawa perubahan besar. Sertifikasi halal bukan hanya tentang legalitas, tetapi juga tentang menjaga kepercayaan konsumen, memperluas jaringan pemasaran, dan membuka pintu rezeki yang lebih lapang.
Desa Klareyan mungkin hanyalah titik kecil di peta, namun dari desa inilah lahir cerita perjuangan, kolaborasi, dan keberkahan yang akan terus mengalir. UMKM Jahe “Tuju Pitu” kini melangkah ke babak baru—menjadi pelaku ekonomi halal yang lebih kuat, percaya diri, dan siap bersaing di pasar yang lebih luas.
Mengapa Sertifikasi Halal Menjadi Keharusan?
Sebelum program ini dijalankan, Tim KKN-T 123 UNDIP 2025 khusus nya Mahasiswi bernama Alya Putri Pinilih dari Program Studi S1- Ekonomi Islam melakukan analisis mendalam terhadap urgensi sertifikasi halal di kalangan pelaku usaha. Berdasarkan temuan di lapangan dan data resmi, sertifikasi halal tidak lagi hanya dianggap sebagai kewajiban agama bagi umat Muslim, tetapi juga menjadi strategi bisnis yang sangat penting untuk meningkatkan daya saing, memperluas pangsa pasar, dan membangun kepercayaan konsumen.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi pusat produksi dan distribusi produk halal dunia. Pasar domestik yang besar menjadi modal awal yang kuat, dan tidak hanya itu—pasar global juga menunjukkan tren permintaan produk halal yang terus meningkat. Menurut berbagai laporan internasional, permintaan ini tidak hanya datang dari negara-negara mayoritas Muslim, tetapi juga dari negara-negara Barat yang mulai memperhatikan isu kesehatan, etika, dan keberlanjutan dalam konsumsi produk.
Laporan State of the Global Islamic Economy mencatat bahwa nilai industri halal global telah mencapai lebih dari US$ 2,3 triliun, mencakup berbagai sektor seperti makanan dan minuman, kosmetik, farmasi, serta produk-produk kesehatan. Angka ini diproyeksikan terus bertumbuh seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap manfaat dan jaminan yang diberikan oleh produk bersertifikat halal.
Di Indonesia, regulasi juga mendukung hal ini. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, semua produk makanan dan minuman yang beredar di pasaran diwajibkan memiliki sertifikat halal. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut, pelaku usaha akan berisiko kehilangan kepercayaan konsumen, bahkan tertinggal dalam persaingan pasar yang semakin kompetitif.
Namun, kenyataannya masih banyak UMKM—seperti yang ditemukan di Desa Tuju Pitu—yang menghadapi kesulitan dalam mengurus sertifikasi halal. Hambatan ini muncul karena beberapa faktor utama:
Minimnya informasi mengenai prosedur pendaftaran dan persyaratan sertifikasi halal.
Persepsi biaya yang mahal, padahal sebenarnya ada program fasilitasi dari pemerintah maupun lembaga non-pemerintah.
Keterbatasan kemampuan digital, yang membuat pelaku UMKM kesulitan mengakses sistem pendaftaran online di website ptsp.halal.go.id
Kondisi inilah yang menjadi latar belakang bagi TIM KKN-T 123 UNDIP 2025 untuk turun tangan secara langsung. Tim tidak hanya hadir sebagai mahasiswa yang melakukan pengabdian masyarakat, tetapi juga sebagai fasilitator perubahan. Melalui pendampingan, sosialisasi, dan pelatihan digital, program ini diharapkan dapat membantu UMKM setempat memperoleh sertifikasi halal, sehingga produk mereka mampu bersaing di pasar yang lebih luas, baik nasional maupun internasional.
Awal Mula Pendampingan: Dari Kebingungan Menuju Keyakinan
Pukul 10.30 WIB, suasana di rumah produksi Tuju Pitu terasa berbeda dari biasanya. Di teras sederhana yang menjadi ruang penerimaan tamu, aroma rempah jahe yang khas menyambut kedatangan Mahasiswi bernama Alya Putri Pinilih dan Sabbit Qolbi selaku Pendamping Proses Produk Halal (P3H). Pak Karsidi, pemilik usaha, tersenyum ramah sambil menyajikan wedang jahe hangat. Kehangatan minuman itu seolah menjadi simbol dari ketekunan dan semangat yang telah ia pupuk selama puluhan tahun menekuni usaha ini. Udara pagi yang semerbak dengan aroma jahe, gula merah, dan rempah-rempah lainnya membuat pertemuan terasa akrab dan penuh rasa kekeluargaan.
Diskusi pun dimulai. Alya Putri Pinilih, selaku koordinator program pendampingan sertifikasi halal, membuka laptopnya. Dengan tenang, ia menampilkan laman SIHALAL di layar. “Pak, sekarang pendaftaran halal sudah online. Kita bisa memakai jalur self declare yang gratis dari BPJPH. Ini memang dirancang khusus untuk UMKM seperti usaha Bapak,” jelasnya sambil menunjukkan langkah-langkah awal pendaftaran.
Pak Karsidi menatap layar dengan pandangan antara bingung dan penasaran. “Wah, saya ini gaptek, Mbak. Tahunya cuma bikin jahe saja, bukan urus-urus online begini,” ujarnya sambil tertawa kecil. Meski mengaku kurang paham teknologi, tampak jelas rasa antusiasnya untuk mencoba memahami proses ini demi kemajuan usahanya.
Setelah mendengarkan penjelasan awal, mahasiswa mencatat beberapa kendala utama yang dihadapi:
Belum memiliki akun SIHALAL untuk memulai proses pendaftaran.
Nomor Induk Berusaha (NIB) belum aktif, padahal ini merupakan persyaratan penting.
Tidak mengetahui secara rinci dokumen apa saja yang harus diunggah dalam proses pendaftaran.
Melihat tantangan tersebut, Alya Putri Pinilih segera menyusun strategi pendampingan yang lebih terstruktur. Tahap pertama adalah membantu Pak Karsidi menyiapkan seluruh dokumen legalitas yang dibutuhkan, seperti KTP, NIB, daftar bahan baku, dan foto produk. Tahap kedua adalah mendampingi proses pendaftaran daring di SIHALAL, memastikan setiap langkah dilakukan dengan benar. Tahap ketiga, mempersiapkan usaha untuk menghadapi audit halal, termasuk memastikan bahan baku, peralatan, dan proses produksi sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pendampingan ini bukan sekadar proses administrasi, melainkan perjalanan untuk membangun keyakinan bahwa usahanya mampu bersaing dengan produk lain di pasaran dengan membawa identitas halal yang resmi dan terpercaya. Dari awal yang penuh kebingungan, perlahan tumbuh rasa percaya diri bahwa sertifikasi halal bukan lagi mimpi yang sulit, melainkan langkah nyata menuju peningkatan daya saing usaha.
Tahap 1: Mengumpulkan Dokumen dan Aktivasi NIB
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pelaku usaha adalah mengurus NIB (Nomor Induk Berusaha) melalui sistem OSS (Online Single Submission). Proses ini merupakan pintu gerbang utama bagi setiap usaha untuk mendapatkan legalitas formal dari pemerintah. Pada saat dilakukan pengecekan oleh mahasiswa pendamping, ternyata NIB milik Pak Karsidi masih berstatus belum aktif. Hal ini menjadi kendala karena tanpa NIB yang aktif, proses pendaftaran ke tahap berikutnya tidak bisa dilakukan.
“Kalau NIB ini belum aktif, kita tidak bisa lanjut ke proses berikutnya, Pak,” jelas Alya dengan sabar sambil menunjukkan tampilan layar komputer yang memuat status NIB tersebut.
Setelah itu, dengan panduan yang diberikan oleh mahasiswa, data-data penting mengenai usaha milik Pak Karsidi dimasukkan secara lengkap ke dalam sistem OSS RBA. Proses ini memerlukan ketelitian agar semua informasi yang diinput benar dan sesuai dengan dokumen pendukung. Saat melihat alur proses digitalisasi tersebut, Pak Karsidi terlihat kagum karena semua tahapan bisa dilakukan secara online, tanpa harus bolak-balik mengurus berkas fisik ke kantor pemerintahan.
“Ternyata sekarang usaha saya punya nomor resmi yang diakui pemerintah, ya. Saya bangga sekali,” ucap Pak Karsidi sambil tersenyum lega setelah melihat NIB miliknya berhasil dicetak dan diunduh dalam format PDF.
Selain NIB, terdapat beberapa dokumen pendukung lain yang juga harus disiapkan agar proses perizinan berjalan lancar, di antaranya:
KTP pemilik usaha, sebagai identitas resmi yang mencocokkan nama pemohon dengan data usaha.
Foto tempat produksi, yang menunjukkan lokasi usaha secara jelas, termasuk bagian dalam dan luar.
Foto alat produksi seperti panci, timbangan, dan kompor, untuk membuktikan ketersediaan fasilitas produksi yang layak.
Daftar bahan baku dan pemasok, yang mencantumkan asal bahan, kualitasnya, dan mitra pemasok untuk memastikan keamanan serta keberlanjutan usaha.
Proses ini memakan waktu sekitar dua hari kerja, karena beberapa dokumen harus difoto ulang agar lebih jelas dan sesuai dengan standar yang diminta. Walaupun terlihat sederhana, tahap ini sangat krusial untuk memastikan semua dokumen sudah lengkap sebelum beranjak ke proses perizinan berikutnya.
Tahap 2: Pendaftaran di SIHALAL—Antara Harapan dan Kendala Teknis
Hari ketiga, tim KKN kembali berkumpul di rumah produksi milik Pak Karsidi dengan membawa laptop, jaringan internet portable, serta berkas-berkas yang telah dipersiapkan sejak hari sebelumnya. Suasana pagi itu penuh semangat, karena mereka akan memulai proses pendaftaran sertifikasi halal melalui sistem SIHALAL.
Proses dimulai dengan beberapa langkah penting:
Membuat akun SIHALAL menggunakan email resmi milik Pak Karsidi.
Mengisi data usaha secara rinci, mulai dari profil usaha, jenis produk, hingga alamat produksi.
Mengunggah dokumen pendukung satu per satu, seperti KTP, NIB, sertifikat penyuluhan, daftar bahan baku, dan foto produk.
Namun, di tengah antusiasme tersebut, kendala mulai muncul. Sistem SIHALAL mengalami beberapa kali error. Dokumen yang diunggah gagal masuk karena ukuran file terlalu besar. “Waduh, ribet juga ya,” ujar Pak Karsidi sambil tersenyum kecut. Mahasiswa yang mendampingi tidak patah semangat. Mereka segera mencari solusi dengan mengecilkan ukuran foto menggunakan aplikasi kompres gambar, lalu mencoba mengunggah ulang.
Tantangan tidak berhenti di situ. Beberapa kali sistem memerlukan waktu lama untuk memproses, membuat semua yang hadir harus bersabar. Diskusi dan candaan kecil di sela menunggu menjadi cara mereka menghilangkan rasa tegang.
Setelah hampir dua jam penuh perjuangan, satu per satu dokumen berhasil terunggah dengan status “Diterima” di sistem. Saat status permohonan akhirnya berubah menjadi “Diterima”, ruangan langsung dipenuhi sorak gembira. Pak Karsidi tersenyum lebar sambil mengucapkan syukur berkali-kali, “Alhamdulillah, akhirnya masuk juga.” Bagi tim KKN, momen ini bukan sekadar langkah administratif, tetapi juga simbol bahwa kerja sama, kesabaran, dan ketelitian mampu menembus hambatan teknis yang sering kali membuat pelaku UMKM menyerah di tengah jalan.
Tahap 3: Audit Halal dan SJPH—Belajar Profesionalisme
Beberapa hari kemudian, auditor halal dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) akhirnya menghubungi pihak usaha Pak Karsidi. Mereka menyampaikan bahwa jadwal audit halal telah ditetapkan pada minggu berikutnya. Kabar ini membuat suasana menjadi lebih serius, karena proses audit halal bukanlah sekadar formalitas, melainkan langkah penting untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan produksi telah sesuai dengan standar yang berlaku. Mahasiswa yang mendampingi program ini pun segera kembali membantu Pak Karsidi dalam mempersiapkan berbagai dokumen yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan SJPH (Sistem Jaminan Produk Halal).
Dokumen tersebut meliputi:
Komitmen halal tertulis, sebagai bukti bahwa pemilik usaha benar-benar bertekad untuk menjaga kehalalan produknya dari awal hingga akhir proses produksi.
Diagram alur proses produksi, yang menggambarkan secara jelas tahapan demi tahapan pembuatan produk, mulai dari penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan, hingga distribusi.
Daftar bahan dan pemasok, yang berisi rincian bahan baku yang digunakan serta informasi lengkap pemasok yang sudah terverifikasi kehalalannya.
Catatan pembersihan alat, sebagai dokumentasi bahwa seluruh peralatan produksi dibersihkan secara rutin dengan prosedur yang sesuai untuk menghindari kontaminasi dari bahan yang tidak halal.
Diagram proses tersebut dibuat dalam ukuran besar dan ditempel di dinding ruang produksi. Saat melihat hasil kerja ini, Pak Karsidi tampak terharu. Dengan mata berkaca-kaca ia berkata, “Baru kali ini usaha saya terlihat seperti pabrik beneran, lengkap dengan prosedur dan dokumentasi yang rapi.” Wajahnya memancarkan rasa bangga dan bahagia, disertai senyum kecil yang menandakan bahwa semua kerja keras mulai membuahkan hasil.
Hari audit pun tiba. Prosesnya berjalan lancar tanpa kendala berarti. Auditor melakukan pengecekan menyeluruh terhadap bahan baku seperti jahe, gula aren, kayu manis, dan bahan tambahan lainnya. Semua bahan tersebut berasal dari pemasok terpercaya yang sudah memiliki sertifikat halal. Auditor juga memastikan bahwa tidak ada satupun bahan yang bersifat syubhat (meragukan) ataupun najis (tidak suci).
Bagi Pak Karsidi, momen ini menjadi pembelajaran berharga tentang pentingnya profesionalisme dalam usaha. Ia menyadari bahwa menjaga kehalalan produk bukan hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga meningkatkan kredibilitas di mata konsumen. Dengan dokumen dan prosedur yang rapi, usahanya kini terlihat lebih meyakinkan, siap bersaing di pasar yang lebih luas, dan memberikan rasa aman kepada pelanggan yang mengutamakan produk halal.
Tahap 4: Sertifikat Halal Resmi — Harapan yang Menjadi Nyata
Dua minggu kemudian tepat pada Kamis, 26 Juli 2025, sebuah email masuk dengan subjek yang membuat jantung Pak Karsidi berdegup kencang. Ia membukanya dengan tangan sedikit bergetar. “Selamat! Sertifikat Halal Anda Disetujui.” Membaca kalimat itu, Pak Karsidi hampir tidak percaya. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Ia segera mencetak sertifikat tersebut di kertas terbaik, lalu memeluknya erat-erat seolah sedang memeluk sebuah piala kemenangan.
“Ini bukan cuma selembar kertas. Ini tiket menuju masa depan yang lebih cerah bagi usaha kami,” ucapnya haru, matanya berkaca-kaca mengingat perjuangan panjang yang telah dilalui: mulai dari mengurus berkas, melakukan perbaikan produksi, hingga memastikan seluruh bahan baku sesuai standar halal.
Alya Putri Pinilih dan Sabbit Qolbi yang membantu proses ini pun tidak kalah antusias. Mereka langsung mendesain ulang label produk dengan sentuhan visual yang lebih profesional. Logo halal resmi dari BPJPH kini terpampang jelas di bagian depan kemasan, dilengkapi tagline yang penuh makna: “Halal, Sehat, Berkah.” Desain baru ini bukan hanya mempercantik kemasan, tetapi juga menjadi simbol kepercayaan dan komitmen usaha Pak Karsidi terhadap kualitas dan keberkahan produknya.
Di sela kesibukan yang tiada henti, Pak Karsidi menyempatkan diri untuk berbagi pesan yang penuh makna kepada para mahasiswa. Dengan tatapan hangat namun tegas, beliau berkata,
"Halal itu bukan sekadar logo, Nak. Ini tentang keberkahan. Kalau usaha kita halal dan thayyib, insya Allah rezekinya akan lancar, hati tenang, dan manfaatnya luas."
Kata-kata itu mengalir begitu dalam, menembus kesadaran para mahasiswa. Mereka menyadari bahwa pengabdian ini tidak hanya sebatas membantu mengurus dokumen sertifikasi halal, tetapi tentang sebuah misi besar: membangun ekosistem ekonomi halal yang kokoh, dimulai dari desa. Sebuah ekosistem yang bukan hanya menyejahterakan pelaku usaha, tetapi juga menjaga kepercayaan konsumen, menguatkan identitas, dan menegakkan nilai-nilai Islam dalam setiap lini usaha.
Penutup: Jejak Keberkahan yang Tak Akan Pudar
Senja di Klareyan menjadi saksi bisu momen penuh haru itu. Mahasiswi dan Pak Karsidi berdiri bersama, tersenyum lebar sambil memegang sertifikat halal yang kini menjadi simbol perjuangan. Wajah mereka memancarkan rasa syukur dan bangga. Sertifikat itu bukan sekadar selembar kertas, tetapi tanda bahwa jerih payah, doa, dan kerja sama telah membuahkan hasil.
Namun, bagi mereka, ini bukanlah akhir perjalanan. Justru, inilah awal dari langkah panjang Tuju Pitu menuju pasar nasional bahkan menembus pasar internasional. Dari lorong-lorong desa yang sederhana, mereka kini melangkah menuju panggung yang lebih luas, membawa nama baik desa dan semangat keberkahan.
Kini, dari akar rimpang yang sederhana, tumbuhlah sebuah mimpi besar. Jejak rimpang itu telah menjadi jejak keberkahan—menginspirasi generasi muda untuk memulai usaha dengan niat baik, mengajarkan bahwa keberkahan selalu hadir di setiap langkah yang dijalani dengan kejujuran, ketulusan, dan usaha yang sesuai tuntunan Allah.
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing Lapangan KKN-T 123 UNDIP 2025, Bapak Dr. Ir. Fahmi Arifan, S.T., M.Eng., M.M., I.P.M., ASEAN Eng. dan Ibu Dr. Siti Fatimah, M.Kes., atas segala arahan, bimbingan, dan dukungan yang diberikan selama proses pelaksanaan KKN hingga tersusunnya narasi ini. Semoga segala ilmu, waktu, dan perhatian yang telah dicurahkan menjadi amal jariyah dan mendapatkan balasan terbaik dari Allah SWT. (Eko B Art).
Comments
Post a Comment