Puding Jahe 3 Lapis Edukatif: Serunya Belajar Bangun Ruang dari Camilan Sehat

PEMALANG - Mahasiswa Undip Imailda Putri Adiasti, mahasiswa Fakultas Sains dan Matematika Program Studi Matematika Universitas Diponegoro, menjalankan kegiatan Kuliah Kerja Nyata Tematik di Desa Klareyan dengan Dosen Pembimbing Lapangan Dr. Siti Fatimah, M.Kes., Luthfansyah Mohammad, A.Md., S.Tr.T., M.T., dan Yusuf Ma’rifat Fajar Azis, S.T., M.T. Program ini saya rancang untuk menggabungkan potensi lokal dengan ilmu yang saya pelajari, sehingga memiliki manfaat ganda, baik dari segi ekonomi maupun edukasi. 
Fokus program saya adalah mengangkat potensi pengolahan jahe di Desa Klareyan, meskipun desa ini bukanlah penghasil jahe. Bahan baku jahe biasanya diperoleh dari luar daerah, tetapi di sini sudah ada pelaku UMKM yang mengolahnya menjadi minuman tradisional seperti wedang jahe. Potensi ini sebenarnya dapat dikembangkan menjadi produk yang lebih bervariasi dan inovatif, namun saya melihat produk olahan jahe yang ada masih terbatas pada bentuk minuman tanpa sentuhan kreatif yang dapat menarik perhatian konsumen, khususnya generasi muda.
Dari hasil pengamatan lapangan, saya menyadari bahwa inovasi produk kuliner di Desa Klareyan tidak hanya harus mempertahankan cita rasa lokal, tetapi juga mampu memberikan daya tarik visual yang memikat dan membawa manfaat edukatif. Di tengah gempuran produk-produk modern yang instan, saya melihat peluang untuk menggabungkan unsur tradisional dengan konsep pembelajaran yang menyenangkan. Saya ingin menciptakan sesuatu yang tidak hanya dinikmati oleh lidah, tetapi juga merangsang rasa ingin tahu, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. Dari sinilah lahir ide untuk mengembangkan “Puding Jahe 3 Lapis Edukatif: Serunya Belajar Bangun Ruang dari Camilan Sehat” sebagai inovasi berbasis program kerja multidisiplin kedua saya.
Konsep dasar produk ini adalah perpaduan antara seni kuliner, edukasi matematika, dan pelestarian budaya lokal. Puding akan dibuat dalam tiga lapisan berbeda yang masing-masing memiliki karakteristik warna, rasa, dan nilai gizi. Lapisan pertama terbuat dari olahan jahe murni yang mempertahankan identitas rasa dan aroma khas UMKM Jahe Desa Klareyan. Lapisan kedua menggunakan bahan dasar susu, yang tidak hanya memberikan tekstur lembut dan rasa gurih manis, tetapi juga menambah nilai gizi terutama kalsium. Lapisan ketiga memanfaatkan pandan sebagai pemberi warna hijau alami sekaligus aroma segar. Dengan kombinasi ini, konsumen akan mendapatkan pengalaman rasa yang bertahap dan menyenangkan, mulai dari hangatnya jahe, lembutnya susu, hingga segarnya pandan.
Keunikan produk ini tidak berhenti pada rasa dan penampilan. Puding akan dibentuk menyerupai bangun ruang sederhana seperti tabung, kubus, atau balok, sehingga menjadi media pembelajaran visual yang efektif. Setiap kemasan akan dilengkapi label edukatif berisi ilustrasi bangun ruang yang sesuai dengan bentuk puding, lengkap dengan penjelasan rumus perhitungan volumenya. Dengan demikian, anak-anak tidak hanya menyantap camilan sehat, tetapi juga secara tidak langsung belajar mengenali bentuk geometri dan cara menghitungnya. Konsep ini sejalan dengan pendekatan “belajar sambil bermain” yang terbukti efektif untuk meningkatkan minat belajar.
Sebagai Program Kerja Multidisiplin 2, kegiatan ini akan melibatkan kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu. Dari sisi kuliner, ada proses eksperimen resep untuk memastikan tekstur dan rasa setiap lapisan puding seimbang dan enak dikonsumsi. Dari sisi matematika, ada perancangan label edukatif yang akurat dan menarik, menggunakan bahasa yang mudah dipahami serta ilustrasi yang jelas. Dari sisi desain grafis, diperlukan kreativitas untuk membuat kemasan yang memikat tanpa kehilangan kesan edukatifnya. Sedangkan dari sisi kewirausahaan, program ini mengajarkan cara mengemas dan memasarkan produk kreatif yang memiliki nilai tambah ganda kuliner dan edukasi.
Implementasi program ini akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari tahap riset dan uji coba resep puding tiga lapis, dilanjutkan dengan pembuatan prototipe kemasan edukatif, dan uji coba pasar dalam skala kecil, misalnya di sekolah dasar atau acara desa. Setelah mendapatkan umpan balik, produk akan disempurnakan baik dari segi rasa, tampilan, maupun desain edukasinya. Harapannya, Puding Jahe 3 Lapis Edukatif ini dapat menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat dikemas secara modern, inovatif, dan bermanfaat bagi masyarakat luas, serta menjadi ikon kreatif Desa Klareyan yang memadukan cita rasa, estetika, dan ilmu pengetahuan.
Persiapan pembuatan dilakukan dengan hati-hati. Saya memilih bahan-bahan berkualitas dan memastikan warna setiap lapisan alami tanpa pewarna sintetis. Untuk lapisan pertama, yaitu lapisan jahe yang menjadi ciri khas dan identitas lokal, saya menyiapkan campuran 300 ml air, 2 sendok makan gula merah serut untuk memberikan rasa manis yang hangat sekaligus warna alami kecokelatan, 1 sendok teh jahe parut atau sari jahe murni yang berfungsi memberikan aroma dan rasa pedas hangat khas jahe, 1 sendok teh bubuk agar-agar tanpa warna sebagai pengikat, serta sejumput garam untuk menyeimbangkan rasa. Jahe yang digunakan dipastikan masih segar dan memiliki aroma kuat agar cita rasa khasnya tetap terasa meskipun sudah melalui proses pemanasan. Selain itu, gula merah dipilih bukan hanya karena rasanya yang khas, tetapi juga karena kandungan mineralnya yang lebih baik dibanding gula pasir biasa.
Lapisan kedua, yaitu lapisan susu, dirancang untuk memberikan kelembutan tekstur dan rasa manis yang lebih netral sehingga menjadi transisi sempurna antara rasa pedas hangat jahe dan aroma segar pandan. Komposisinya terdiri dari 300 ml susu cair yang kaya kalsium, 2 sendok makan gula pasir untuk menambah manis secukupnya, dan 1 sendok teh bubuk agar-agar putih untuk menjaga konsistensi lapisan. Pemilihan susu cair murni juga bertujuan menambah nilai gizi, khususnya protein dan kalsium, sehingga puding ini tidak hanya menjadi camilan tetapi juga memiliki manfaat kesehatan.
Lapisan ketiga, yaitu lapisan pandan, disiapkan untuk memberikan sentuhan akhir yang segar sekaligus warna alami yang memikat. Bahan yang digunakan meliputi 300 ml air pandan yang dibuat dari hasil blender atau tumbukan daun pandan segar yang kemudian disaring, 2 sendok makan gula pasir, 1 sendok teh bubuk agar-agar, dan daun pandan segar tambahan yang direbus bersama adonan untuk memperkuat aroma. Warna hijau yang dihasilkan berasal murni dari daun pandan tanpa campuran pewarna sintetis, sehingga aman dikonsumsi bahkan oleh anak-anak.
Seluruh bahan ini dipilih dengan pertimbangan kontras warna yang jelas antara lapisan cokelat keemasan (jahe), putih lembut (susu), dan hijau segar (pandan). Ketika puding dipotong atau dilihat dari samping, susunan lapisan tersebut akan tampak tegas dan menarik, memudahkan anak-anak dalam mengidentifikasi perbedaan dimensi dan bentuk bangun ruang. Dari sudut pandang edukasi, kejelasan batas antar lapisan ini membantu proses pembelajaran konsep tinggi, volume, dan bentuk geometris seperti tabung atau balok. Dengan demikian, setiap potongan puding bukan hanya suguhan lezat, tetapi juga media visual yang mendukung konsep “belajar sambil makan.”

Pada tanggal 4 Agustus 2025, saya memulai proses pembuatan Puding Jahe 3 Lapis Edukatif dengan menyiapkan seluruh bahan segar dan bebas pewarna sintetis. Lapisan pertama dibuat dari 300 ml air, 2 sdm gula merah serut, 1 sdt jahe parut atau sari jahe, 1 sdt agar-agar bubuk tanpa warna, dan sejumput garam, dimasak hingga mendidih lalu disaring untuk menghasilkan tekstur halus. Cairan cokelat keemasan ini dituangkan ke cetakan hingga sepertiga tinggi dan dibiarkan setengah mengeras. Lapisan kedua dibuat dari 300 ml susu cair, 2 sdm gula pasir, dan 1 sdt agar-agar bubuk putih, dimasak hingga mendidih lalu dituangkan perlahan di atas lapisan pertama menggunakan teknik sendok terbalik agar batas lapisan rapi.
Lapisan ketiga menggunakan 300 ml air pandan, 2 sdm gula pasir, 1 sdt agar-agar bubuk, dan daun pandan segar untuk aroma. Setelah mendidih, cairan hijau alami ini dituangkan hati-hati di atas lapisan susu. Seluruh puding kemudian didinginkan di kulkas selama sekitar satu jam hingga semua lapisan mengeras sempurna. Hasilnya memuaskan, warna tiap lapisan kontras dan jelas, tekstur lembut, rasa jahe yang hangat berpadu dengan manis lembut susu, serta aroma pandan yang segar. Selain nikmat disantap, tampilannya rapi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran geometri sesuai konsep edukatif yang diusung.
Nilai edukatif dari Puding Jahe 3 Lapis Edukatif tidak hanya terletak pada lapisan warna dan rasanya yang menarik, tetapi juga pada desain bentuk cetakannya yang dipilih secara khusus. Salah satu bentuk yang digunakan adalah tabung, karena bentuk ini sangat relevan dengan materi geometri yang diajarkan di sekolah, khususnya pada topik bangun ruang. Dengan bentuk tabung, anak-anak dapat secara langsung melihat dan menyentuh contoh nyata yang mewakili konsep matematika yang mereka pelajari. Mereka dapat mengamati ciri-ciri fisik tabung, seperti alas berbentuk lingkaran, tinggi, dan keliling alas, yang semuanya menjadi komponen penting dalam menghitung volume dan luas permukaan.
Untuk memperkuat fungsi edukatif, setiap produk dilengkapi label khusus yang memuat nama produk, ilustrasi bentuk bangun ruang yang sesuai, serta rumus perhitungan volumenya. Label ini didesain dengan warna cerah dan huruf yang jelas agar menarik perhatian anak-anak sekaligus mudah dibaca. Dengan demikian, sebelum atau sesudah menikmati puding, mereka bisa mencoba menghitung sendiri volumenya menggunakan ukuran tinggi dan diameter yang tertera di kemasan. Pendekatan ini merupakan bentuk pembelajaran kontekstual di mana konsep matematika dipelajari melalui objek nyata yang bisa disentuh, dilihat, bahkan dirasakan rasanya. Cara ini membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna, terutama bagi siswa sekolah dasar dan menengah pertama yang cenderung lebih mudah memahami materi ketika disajikan dalam bentuk visual dan pengalaman langsung.

Keesokan harinya, 5 Agustus 2025, saya membawa hasil jadi Puding Jahe 3 Lapis Edukatif ke rumah mitra UMKM, Bapak Eko, salah satu pelaku usaha pengolahan jahe di Desa Klareyan yang sudah lama mengembangkan berbagai produk berbasis jahe. Sesampainya di sana, beliau menyambut saya dengan ramah dan penuh rasa ingin tahu terhadap produk yang saya bawa. Saat saya menjelaskan konsepnya, menggabungkan bahan lokal jahe dengan nilai tambah edukasi matematika melalui bentuk dan label ekspresi beliau tampak semakin antusias. Beliau bahkan mengakui bahwa ide ini membawa sentuhan baru yang unik dan segar. Program ini memberikan saya pengalaman berharga dalam mengintegrasikan ilmu matematika dengan potensi lokal desa. Sejak tahap perencanaan hingga pengenalan produk kepada mitra, saya belajar memanfaatkan bahan jahe dan mengolahnya menjadi Puding Jahe 3 Lapis Edukatif yang menggabungkan cita rasa, estetika, dan fungsi pembelajaran geometri. Proses ini melatih saya menghitung takaran bahan, menentukan proporsi lapisan, serta merancang cetakan dan label agar sesuai konsep edukatif.
Pengalaman ini membuktikan bahwa inovasi sederhana dapat memberi dampak besar jika dikemas dengan tepat. Produk ini bukan hanya camilan sehat, tetapi juga media belajar yang menyenangkan dan sarana promosi potensi desa. Ke depannya, saya berharap UMKM setempat dapat memproduksinya secara massal dengan kemasan yang lebih profesional, sehingga mampu menembus pasar yang lebih luas sekaligus meningkatkan nilai jual bahan lokal secara berkelanjutan.
Melihat peluang pengembangan produk ini, saya mulai memikirkan strategi pemasaran yang relevan. Produk ini tidak hanya cocok untuk dijual di pasar tradisional atau toko oleh-oleh, tetapi juga bisa dipasarkan secara daring melalui media sosial dan platform e-commerce. Dengan kemasan yang menarik dan label edukatif yang unik, produk ini dapat menyasar pasar yang lebih luas, terutama keluarga muda yang peduli pada asupan gizi anak-anak sekaligus mendukung pembelajaran mereka. Saya juga membayangkan jika ke depannya ada kolaborasi dengan sekolah-sekolah untuk menghadirkan puding ini sebagai bagian dari kegiatan belajar berbasis proyek, sehingga anak-anak bisa terlibat langsung dalam pembuatan dan perhitungan matematisnya.
Selain itu, saya melihat potensi kolaborasi dengan pihak lain seperti komunitas kreatif dan pelaku industri makanan lokal untuk membuat varian rasa atau desain kemasan yang lebih inovatif. Misalnya, lapisan puding bisa dibuat lebih tipis dan jumlahnya ditambah untuk memudahkan pembelajaran konsep pecahan, atau bentuk cetakan dimodifikasi sesuai materi matematika yang sedang dipelajari siswa. Variasi ini akan membuat produk semakin fleksibel, baik untuk tujuan edukasi maupun komersial.
Pengalaman ini semakin membuka wawasan saya bahwa mengintegrasikan bidang akademik dengan potensi lokal desa bukanlah sekadar menerapkan ilmu secara teknis, tetapi juga memerlukan komunikasi yang efektif dengan masyarakat setempat. Pertemuan dan diskusi langsung dengan Bapak Eko menjadi contoh nyata bahwa inovasi yang lahir dari dunia akademik akan lebih bermakna jika disinergikan dengan pengetahuan praktis para pelaku usaha di lapangan. Masukan dari beliau membantu saya memahami bahwa sebuah produk yang baik bukan hanya dinilai dari segi rasa, tampilan, atau konsep edukatifnya, tetapi juga dari kemampuannya untuk relevan dengan selera pasar dan kondisi nyata di lapangan.
Interaksi ini mengajarkan saya pentingnya mendengarkan perspektif pelaku UMKM yang sudah memahami dinamika pasar, perilaku konsumen, dan tren permintaan produk. Dari mereka, saya belajar bahwa inovasi sebaiknya fleksibel, mampu menyesuaikan bentuk, kemasan, atau strategi pemasaran tanpa menghilangkan nilai inti yang ingin disampaikan. Dengan membangun komunikasi yang baik dan keterbukaan terhadap masukan, ide yang awalnya hanya sebuah konsep kreatif di atas kertas dapat berkembang menjadi peluang usaha nyata yang memberi manfaat ganda: meningkatkan daya tarik produk sekaligus mengangkat potensi desa agar lebih dikenal luas.
Akhirnya, saya menyadari bahwa keberhasilan program multidisiplin seperti ini tidak diukur hanya dari hasil fisik produk yang dibuat, tetapi juga dari proses kolaborasi, penerimaan masyarakat, dan potensi keberlanjutan produk tersebut. 
Puding jahe 3 lapis edukatif telah menjadi simbol kecil dari upaya menggabungkan kearifan lokal dengan inovasi berbasis ilmu pengetahuan. Saya berharap langkah kecil ini dapat menginspirasi mahasiswa lain untuk menciptakan program yang serupa, sehingga potensi lokal di berbagai daerah dapat terus berkembang dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. (Eko B Art). 

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Pengabdian: Mahasiswa KKN-T 158 Dorong Inovasi UKM Kopi Di Desa Jurangmangu

Idul Fitri Adalah Momen Kebersamaan "Berdiri Sama Tinggi, Duduk Sama Rendah"

Mahasiswa KKN Multidisiplin Dorong Kopi Jurangmangu Tembus Pasar Lewat Branding Berbasis Budaya Lokal