Kegiatan Sosialisasi Kepada Komunitas Peternak Dan Masyarakat Umum Mengenai Teknologi Konversi Limbah Kotoran Kambing Menjadi Pupuk Organik Cair (POC)

PEMALANG, 06 Agustus 2025
Dusun 2 Desa Klareyan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, adalah kawasan pedesaan yang memiliki potensi besar dalam bidang peternakan. Mayoritas warga menggantungkan penghasilan dari beternak kambing, baik untuk dijual sebagai hewan kurban maupun untuk memenuhi kebutuhan pasar daging harian. Potensi ekonomi yang besar ini disertai pula dengan tantangan serius, terutama terkait pengelolaan limbah kotoran kambing yang jumlahnya cukup melimpah setiap harinya.

Selama ini, kotoran kambing hanya ditumpuk di belakang kandang atau dibuang begitu saja di kebun sekitar rumah. Sebagian kecil digunakan sebagai pupuk padat, tetapi tanpa pengolahan yang tepat. Kondisi ini menimbulkan berbagai masalah: lingkungan menjadi kurang bersih, bau menyengat mengganggu kenyamanan warga, hingga munculnya risiko penyakit baik pada hewan maupun manusia. Lebih jauh lagi, limbah yang tidak dikelola dengan baik bisa menjadi sumber penyebaran vektor penyakit, misalnya lalat yang berpotensi menularkan penyakit kulit atau diare.
Menyadari permasalahan ini, Tim KKN-T 123 Universitas Diponegoro menginisiasi sebuah program sosialisasi yang berjudul: “Sosialisasi Teknologi Konversi Limbah Kotoran Kambing menjadi Pupuk Organik Cair (POC) sebagai Upaya Peningkatan Kebersihan Lingkungan, Pencegahan Penyakit, dan Pemberdayaan Ekonomi Peternak.” Program ini dipimpin oleh Putri Sekar Kinanti, mahasiswi Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri Universitas Diponegoro, yang didukung oleh rekan-rekan mahasiswa KKN lainnya serta arahan dari dosen pembimbing lapangan, Dr. Siti Fatimah, M.Kes.
Sebelum kegiatan dilaksanakan, tim KKN melakukan survei ke beberapa kandang kambing di Dusun 2. Dari hasil pengamatan, rata-rata setiap keluarga yang beternak memiliki lebih dari lima ekor kambing, bahkan ada yang mencapai puluhan. Dengan jumlah tersebut, volume kotoran kambing yang dihasilkan per hari bisa mencapai puluhan kilogram. Sayangnya, sebagian besar limbah ini hanya menumpuk tanpa pengolahan.
Putri Sekar Kinanti dan tim KKN kemudian berdiskusi dengan Kepala Desa Klareyan serta perangkat desa untuk menentukan lokasi kegiatan. Diputuskan bahwa sosialisasi akan dilakukan di rumah Pak Slamet, salah satu peternak kambing sekaligus tokoh masyarakat di Dusun 2. Rumah beliau dianggap representatif karena memiliki lahan cukup luas di sekitar kandang yang bisa dijadikan tempat praktik pembuatan POC.
Dua hari sebelum acara, mahasiswa KKN menyiapkan berbagai kebutuhan: bahan presentasi, poster edukasi, bahan baku tambahan seperti EM4 (mikroba pengurai), molase, serta wadah fermentasi berupa jerigen plastik. Tim juga membuat modul sederhana agar warga lebih mudah memahami tahapan konversi kotoran kambing menjadi POC.
Acara sosialisasi dilaksanakan pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Pemilihan waktu sore dianggap tepat karena para peternak sudah selesai memberi makan kambing dan bisa meluangkan waktu untuk berkumpul. Suasana Dusun 2 sore itu terasa hangat; warga berdatangan membawa kursi kecil dari rumah masing-masing.
Acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Desa Klareyan. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa permasalahan limbah peternakan sudah lama dirasakan, dan kegiatan sosialisasi ini diharapkan menjadi solusi praktis yang bisa langsung diterapkan masyarakat. Sambutan berikutnya datang dari Dosen Pembimbing Lapangan yang menekankan pentingnya kolaborasi antara akademisi dan masyarakat desa untuk menciptakan solusi berkelanjutan.
Setelah itu, giliran Putri Sekar Kinanti menyampaikan materi inti. Dengan penuh semangat, ia menjelaskan latar belakang program, mulai dari masalah kebersihan lingkungan akibat limbah kambing, risiko penyebaran penyakit seperti diare dan demam berdarah yang bisa dipicu oleh sanitasi buruk, hingga peluang ekonomi dari pemanfaatan limbah menjadi pupuk organik cair.
“Bapak dan Ibu, kotoran kambing yang biasanya dianggap limbah sebenarnya masih memiliki nilai besar. Jika diolah menjadi pupuk cair, hasilnya bisa digunakan untuk menyuburkan tanaman atau bahkan dijual sebagai produk UMKM. Dengan cara ini, kita tidak hanya menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga menambah penghasilan,” jelas Putri di hadapan warga.
Setelah sesi materi, kegiatan dilanjutkan dengan praktik langsung. Bahan-bahan sudah disiapkan: kotoran kambing segar, air, molase, dan EM4. Putri Sekar Kinanti memandu warga tahap demi tahap:
Persiapan wadah berupa jerigen atau tong plastik yang bersih.
Pencampuran bahan utama, yaitu kotoran kambing dengan air, perbandingan 1:3.
Penambahan molase sebagai sumber energi bagi mikroba.
Penambahan EM4, yaitu cairan berisi mikroorganisme pengurai.
Proses fermentasi dengan menutup wadah rapat selama 14–21 hari, sambil sesekali diaduk.
Warga mengikuti praktik ini dengan antusias. Beberapa bapak-bapak tampak serius mengaduk campuran, sementara ibu-ibu mencatat takaran di buku kecil mereka. Suasana semakin hidup ketika aroma khas kotoran bercampur dengan bau molase membuat sebagian peserta tertawa kecil sambil menutup hidung.
“Awalnya saya kira ribet, ternyata gampang sekali,” ujar Pak Slamet sambil tersenyum.
Setelah praktik, sesi diskusi dibuka. Banyak warga yang mengajukan pertanyaan.
Pak Budi, seorang peternak muda, bertanya, “Kalau pupuk cair ini dijual, kira-kira pasarnya ada tidak, Bu?”
Putri menjawab dengan tenang, “Pasarnya ada, Pak. Pupuk organik saat ini semakin diminati, apalagi oleh petani yang ingin mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Apalagi, POC dari kotoran kambing punya keunggulan karena kandungan nutrisinya cukup lengkap.”
Bu Yati, ibu rumah tangga yang juga aktif bertani sayuran, bertanya, “Apakah aman digunakan untuk tanaman yang cepat panen seperti kangkung atau bayam?”
“Amat aman, Bu,” jawab Putri. “Asalkan proses fermentasi dilakukan dengan benar, pupuk cair ini justru bisa mempercepat pertumbuhan tanaman.”
Diskusi berjalan lancar, dengan banyak warga yang semakin tertarik mencoba membuat POC secara mandiri di rumah masing-masing.
Dalam pelaksanaan program sosialisasi teknologi konversi limbah kotoran kambing menjadi pupuk organik cair (POC) di Dusun 2 Desa Klareyan, terdapat sejumlah hambatan yang dihadapi baik oleh tim KKN-T 123 maupun masyarakat sebagai peserta kegiatan. Hambatan ini bersifat teknis maupun nonteknis, dan menjadi bahan evaluasi penting agar program serupa di masa mendatang dapat berjalan lebih efektif.
Hambatan pertama adalah keterbatasan pemahaman awal masyarakat mengenai manfaat pupuk organik cair. Sebagian besar peternak di Dusun 2 masih terbiasa menggunakan pupuk kimia karena dianggap lebih praktis dan cepat terlihat hasilnya. Akibatnya, ada keraguan mengenai efektivitas POC yang dihasilkan dari kotoran kambing. Hal ini membuat tim harus menjelaskan lebih detail mengenai keunggulan POC, seperti kesuburan jangka panjang, perbaikan struktur tanah, dan rendahnya risiko pencemaran lingkungan.
Hambatan kedua adalah ketersediaan sarana produksi. Proses pembuatan POC memerlukan wadah fermentasi berupa jerigen atau tong plastik yang bersih dan kedap udara. Sayangnya, tidak semua warga memiliki wadah ini. Sebagian hanya menggunakan ember terbuka yang sebenarnya kurang ideal untuk fermentasi. Kondisi ini membuat tidak semua peserta bisa langsung mempraktikkan pembuatan POC secara mandiri setelah sosialisasi.
Hambatan ketiga adalah aroma tidak sedap yang muncul saat proses pencampuran bahan. Bau menyengat dari kotoran kambing yang sedang difermentasi cukup mengganggu, terutama ketika kegiatan dilakukan di dekat pemukiman. Walaupun masalah ini bisa diatasi dengan menempatkan wadah fermentasi di lokasi yang lebih jauh atau menutupnya rapat, tetap saja menjadi kendala yang menurunkan kenyamanan sebagian peserta.
Selain itu, terdapat hambatan lain berupa keterbatasan waktu. Sosialisasi hanya berlangsung dalam satu hari dengan durasi sekitar tiga jam. Waktu yang terbatas ini membuat tim tidak dapat memperdalam setiap materi, khususnya mengenai teknik fermentasi lanjutan, pengemasan, dan strategi pemasaran produk POC. Padahal, materi-materi tersebut penting untuk mendukung keberlanjutan program.
Terakhir, terdapat hambatan dalam hal perubahan perilaku. Meskipun warga antusias saat sosialisasi, diperlukan waktu dan pendampingan lanjutan agar mereka benar-benar terbiasa mengolah kotoran kambing menjadi pupuk cair. Tanpa kebiasaan yang konsisten, ada kemungkinan praktik ini berhenti setelah kegiatan KKN selesai.
Dengan berbagai hambatan tersebut, tim KKN-T 123 menyadari bahwa keberhasilan program tidak cukup hanya dengan sosialisasi, tetapi juga membutuhkan tindak lanjut berupa pendampingan, penyediaan sarana, serta peningkatan motivasi masyarakat.
Pelaksanaan sosialisasi teknologi konversi limbah kotoran kambing menjadi pupuk organik cair (POC) di Dusun 2 Desa Klareyan memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Kegiatan ini berhasil menarik perhatian peternak kambing, ibu-ibu rumah tangga, serta pemuda desa yang sebelumnya kurang memahami potensi besar dari limbah ternak. Dengan metode penyampaian yang sederhana dan disertai praktik langsung, masyarakat dapat melihat bahwa kotoran kambing yang biasanya menimbulkan bau tidak sedap ternyata dapat diolah menjadi pupuk cair yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas tanaman.
Hasil pertama yang terlihat adalah peningkatan pengetahuan masyarakat. Peserta sosialisasi mulai memahami bahwa POC memiliki keunggulan dibandingkan pupuk kimia, seperti memperbaiki struktur tanah, menambah unsur hara alami, serta lebih aman untuk kesehatan dan lingkungan. Kesadaran ini menjadi langkah awal yang penting agar masyarakat bersedia mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang harganya semakin mahal.
Hasil kedua adalah munculnya antusiasme untuk mencoba. Beberapa peternak langsung menunjukkan minat untuk membuat POC secara mandiri. Mereka bertanya mengenai takaran bahan, lama fermentasi, dan cara penyimpanan agar pupuk yang dihasilkan berkualitas. Bahkan, ada warga yang menyampaikan rencana untuk mengumpulkan kotoran kambing secara kolektif dan mengolahnya bersama, sehingga hasil yang diperoleh bisa lebih banyak dan berkelanjutan.
Hasil ketiga adalah praktik langsung pembuatan POC. Dengan bahan yang telah disiapkan, warga mencoba mencampurkan kotoran kambing, air, gula merah, dan starter fermentasi ke dalam wadah tertutup. Dari praktik ini, masyarakat menyadari bahwa proses pembuatan POC tidak rumit dan bisa dilakukan dengan peralatan sederhana yang ada di rumah. Hal ini menumbuhkan kepercayaan diri bahwa mereka mampu melakukannya secara mandiri tanpa harus bergantung pada pihak luar.
Selain itu, sosialisasi ini juga memberikan hasil berupa terbangunnya kesadaran lingkungan. Masyarakat mulai memahami bahwa pengelolaan limbah ternak yang benar dapat mencegah pencemaran lingkungan dan penyebaran penyakit, seperti diare atau infeksi kulit akibat tumpukan kotoran. Kesadaran ini diharapkan dapat mendorong perilaku baru dalam mengelola limbah ternak secara lebih bijak.
Secara keseluruhan, hasil dari program ini menunjukkan adanya perubahan positif, baik dalam hal pengetahuan, sikap, maupun keterampilan masyarakat. Walaupun masih diperlukan tindak lanjut berupa pendampingan dan penyediaan sarana, keberhasilan sosialisasi ini menjadi pijakan awal untuk mengembangkan pengolahan pupuk organik cair sebagai usaha produktif sekaligus solusi lingkungan di Desa Klareyan.
Harapan jangka panjang dari program sosialisasi teknologi konversi limbah kotoran kambing menjadi pupuk organik cair (POC) di Dusun 2 Desa Klareyan adalah agar kegiatan ini tidak berhenti hanya pada tahap sosialisasi, tetapi dapat berkembang menjadi gerakan kolektif masyarakat dalam mengelola limbah ternak secara berkelanjutan. Program ini diharapkan menjadi titik awal bagi peternak dan masyarakat desa untuk melihat kotoran kambing bukan lagi sebagai masalah, melainkan sebagai potensi ekonomi sekaligus solusi lingkungan yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
Pertama, harapannya adalah munculnya kemandirian peternak dalam mengolah limbah ternak. Dengan keterampilan yang sudah diperkenalkan, peternak diharapkan dapat memproduksi POC secara rutin untuk kebutuhan lahan pertanian mereka sendiri. Dengan demikian, ketergantungan terhadap pupuk kimia bisa berkurang, sehingga biaya operasional menjadi lebih ringan. Dalam jangka panjang, jika produksi dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin POC buatan warga dapat menjadi produk unggulan desa yang dipasarkan secara lebih luas, baik di pasar lokal maupun regional.
Kedua, program ini diharapkan dapat mendorong terbentuknya unit usaha bersama berbasis POC. Jika masyarakat dapat bekerja sama mengumpulkan bahan baku, mengolah, dan mengemas POC dengan standar yang baik, produk ini bisa dijual sebagai pupuk organik bermerek khas Desa Klareyan. Hal ini akan membuka peluang usaha baru bagi warga, menciptakan lapangan kerja tambahan, serta menambah pendapatan keluarga. Dengan adanya unit usaha, desa dapat memperoleh identitas baru sebagai desa penghasil pupuk organik cair berbasis kearifan lokal.
Selain itu, harapan jangka panjang yang tidak kalah penting adalah terciptanya kesadaran lingkungan yang lebih tinggi. Melalui pengolahan kotoran kambing, masyarakat dapat mencegah pencemaran lingkungan yang biasanya muncul dari tumpukan limbah ternak, seperti bau tidak sedap, berkembangnya lalat, atau potensi penyebaran penyakit. Dengan kesadaran ini, masyarakat diharapkan semakin peduli terhadap kebersihan lingkungan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup bersama.
Harapan lainnya adalah agar program ini dapat memperkuat ketahanan pangan desa. Dengan pemanfaatan POC, lahan pertanian di Desa Klareyan akan lebih subur secara alami. Tanaman yang dihasilkan akan lebih sehat dan bebas dari residu kimia. Jika dikelola dengan baik, desa dapat mengembangkan pertanian organik yang bernilai jual tinggi di pasaran, sehingga memberikan keuntungan ganda: lingkungan terjaga dan ekonomi masyarakat meningkat.
Dalam jangka panjang, diharapkan pula adanya dukungan berkelanjutan dari pemerintah desa, akademisi, maupun mitra usaha untuk memperkuat kapasitas masyarakat. Dukungan ini dapat berupa pelatihan lanjutan, penyediaan fasilitas fermentasi, hingga bantuan pemasaran digital agar produk POC dapat dipasarkan secara lebih luas. Dengan kolaborasi yang baik, inovasi sederhana ini dapat berkembang menjadi gerakan besar yang memberi manfaat bagi banyak pihak.
Secara keseluruhan, harapan jangka panjang program ini adalah menjadikan Desa Klareyan sebagai contoh desa inovatif yang berhasil mengelola potensi lokal menjadi solusi kreatif, ramah lingkungan, dan bernilai ekonomi tinggi. Dengan begitu, sosialisasi ini tidak hanya menjadi kegiatan sesaat, tetapi benar-benar menjadi pondasi bagi pembangunan desa yang mandiri, berkelanjutan, dan sejahtera.
Menjelang malam, kegiatan ditutup dengan doa bersama dan foto bersama antara mahasiswa, warga, perangkat desa, dan dosen pembimbing. Senyum puas terlihat di wajah semua peserta. Malam itu, Dusun 2 Desa Klareyan tidak hanya berhasil mengadakan sosialisasi, tetapi juga melahirkan semangat baru untuk memandang limbah sebagai peluang, bukan sekadar masalah.
Seperti yang disampaikan oleh Putri Sekar Kinanti dalam penutupannya:
“Harapan kami, kegiatan ini bukan sekadar berhenti di sini. Mari bersama-sama kita jadikan Desa Klareyan sebagai pelopor pengelolaan limbah peternakan yang bersih, sehat, dan bermanfaat. Dari kotoran kambing, lahirlah pupuk yang bisa menyehatkan tanah, menyejahterakan petani, dan menjaga lingkungan kita.” (Eko B Art). 

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Pengabdian: Mahasiswa KKN-T 158 Dorong Inovasi UKM Kopi Di Desa Jurangmangu

Idul Fitri Adalah Momen Kebersamaan "Berdiri Sama Tinggi, Duduk Sama Rendah"

Mahasiswa KKN Multidisiplin Dorong Kopi Jurangmangu Tembus Pasar Lewat Branding Berbasis Budaya Lokal