JaLeLeNi: Inovasi Abon Ikan Lele Jahe Karya Tim KKN-T 123 Desa Klareyan
PEMALANG - Desa Klareyan yang berada di Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, merupakan desa yang memiliki kekayaan potensi di bidang pertanian dan perikanan. Salah satu komoditas unggulan dari desa ini adalah jahe, yang tidak hanya dijual dalam bentuk segar, tetapi juga banyak diolah menjadi jamu dan minuman herbal tradisional. Hampir setiap rumah tangga di Desa Klareyan memiliki tanaman jahe di pekarangan mereka. Bagi sebagian warga, jahe bahkan menjadi sumber utama dalam menjalankan usaha rumahan berbasis jamu dan minuman kesehatan.
Selain potensi pertanian, Desa Klareyan juga memiliki perkembangan yang cukup pesat dalam sektor perikanan, khususnya pada budidaya ikan lele. Ikan lele menjadi pilihan utama masyarakat karena cara pemeliharaannya yang mudah, mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan, serta memiliki harga jual yang stabil di pasaran. Namun demikian, hasil panen ikan lele di desa ini sebagian besar hanya dipasarkan dalam bentuk ikan segar. Kondisi ini membuat nilai tambah ekonomi dari usaha budidaya lele masih tergolong rendah karena belum banyak dilakukan inovasi dalam bentuk olahan.
Melihat kedua potensi besar tersebut, lahirlah sebuah gagasan inovatif untuk memadukan keduanya menjadi produk baru yang lebih bermanfaat. Gagasan tersebut adalah menjadikan ikan lele dan jahe sebagai bahan utama pembuatan produk pangan fungsional yang tidak hanya praktis, tetapi juga sehat serta memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Produk yang dimaksud adalah abon ikan jahe, olahan makanan kering dengan cita rasa khas yang memadukan gurihnya ikan lele dengan hangatnya jahe.
Program kerja dengan judul “Pembuatan Abon Ikan Jahe sebagai Inovasi Pangan Fungsional Berbasis Potensi Lokal” ini digagas oleh Divani Anggisha, mahasiswa Jurusan Perikanan Tangkap Universitas Diponegoro. Melalui program ini, ia berusaha menghadirkan solusi yang tidak hanya memberi nilai tambah pada hasil pertanian dan perikanan desa, tetapi juga sekaligus membuka peluang usaha baru bagi masyarakat.
Produk abon ikan jahe dipilih karena memiliki berbagai keunggulan. Abon dikenal sebagai makanan yang tahan lama, mudah disajikan, serta praktis untuk dikonsumsi kapan saja. Selain itu, abon digemari oleh banyak kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Kehadiran jahe dalam produk ini memberikan keunikan tersendiri, baik dari sisi cita rasa maupun manfaat kesehatan. Jahe mengandung senyawa bioaktif seperti gingerol dan shogaol yang berperan sebagai antioksidan, antibakteri, serta membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan demikian, abon ikan jahe tidak hanya menjadi makanan lezat, tetapi juga termasuk dalam kategori pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan.
Program kerja ini hadir sebagai jawaban nyata atas dua persoalan utama yang dihadapi masyarakat Desa Klareyan. Pertama, melimpahnya hasil jahe yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga sebagian hanya berakhir sebagai limbah atau digunakan sebatas kebutuhan rumah tangga. Kedua, rendahnya nilai tambah hasil budidaya ikan lele, karena sebagian besar ikan hanya dipasarkan dalam bentuk segar tanpa diolah lebih lanjut. Dua kondisi tersebut melahirkan gagasan inovatif dari Tim KKN-T 123 untuk memadukan keduanya menjadi produk baru, yakni abon ikan jahe.
Dengan inovasi ini, Divani berharap dapat memberikan solusi ganda: menghadirkan produk pangan sehat yang bermanfaat bagi konsumen sekaligus membuka peluang usaha baru berbasis potensi lokal yang melimpah. Abon ikan jahe tidak hanya sekadar olahan makanan, tetapi juga bentuk nyata pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan bahan sederhana di sekitar desa.
Lebih dari itu, program ini juga menegaskan pentingnya kemandirian desa dalam mengelola potensi yang ada. Dengan memanfaatkan bahan sederhana seperti jahe dan ikan lele yang tersedia melimpah, masyarakat Desa Klareyan tidak hanya mampu menghasilkan produk pangan inovatif, tetapi juga memperkuat identitas desa sebagai pusat olahan berbasis potensi lokal. Inovasi abon ikan jahe menjadi langkah awal untuk mendorong lahirnya berbagai ide kreatif lain yang mampu meningkatkan kesejahteraan, sekaligus menjadikan Desa Klareyan lebih berdaya saing di tingkat regional maupun nasional.
Pada malam 8 Agustus 2025, Posko 2 KKN-T 123 yang berlokasi di Dusun 4 Desa Klareyan tampak jauh lebih ramai dari biasanya. Lampu-lampu dipasang terang, meja panjang ditata rapi, dan berbagai bahan segar sudah tersusun siap untuk diolah: ikan lele hasil panen warga, bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe segar pilihan, serta batang serai. Suasana malam itu bukan sekadar memasak biasa, melainkan ajang praktik nyata mengolah hasil pertanian dan perikanan desa menjadi produk inovatif.
Malam itu Divani mulai membersihkan ikan lele, mulai dari membuang isi perut, mencuci hingga benar-benar bersih, lalu menyiapkannya untuk proses pengukusan. Beberapa rekannya ada ang membantu menyiapkan bumbu berupa bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, dan serai yang digeprek atau diiris tipis agar lebih mudah mengeluarkan aroma. Selanutnya, Divani menata peralatan masak, seperti wajan besar, spatula panjang, dan kompor yang akan digunakan di Posko dua (posko cewe).
Divani memperhatikan kegiatan yang dilakukan sudah berjalan dengan baik. Ia juga memastikan setiap tahapan berjalan sesuai urutan yang telah direncanakan, mulai dari persiapan bahan hingga proses memasak. Meski peralatan yang digunakan sederhana, suasana kerja di Posko 2 malam itu terasa seperti dapur produksi skala kecil yang profesional. Semua anggota tim bekerja sama dengan semangat tinggi, saling membantu dan saling mengingatkan, sehingga pekerjaan yang sebenarnya cukup melelahkan terasa lebih ringan dan menyenangkan.
Kebersamaan itu pula yang membuat kegiatan berlangsung penuh makna. Meskipun mereka harus bekerja hingga larut malam, rasa lelah terbayar dengan suasana hangat, tawa kecil di sela pekerjaan, serta semangat untuk menghasilkan produk inovatif. Proses ini bukan hanya sekadar memasak, tetapi juga menjadi pengalaman berharga bagi mahasiswa untuk belajar bekerja sama, melatih kesabaran, serta memahami bahwa inovasi besar bisa lahir dari langkah-langkah kecil yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Pengolahan Ikan Lele
Bahan utama berupa ikan lele segar seberat 1 kilogram lebih dulu dibersihkan dengan teliti, dibuang bagian isi perut serta kotorannya, kemudian dicuci hingga benar-benar bersih. Ikan tersebut kemudian dikukus sampai matang merata. Setelah cukup dingin, daging ikan dipisahkan dari tulang satu per satu. Daging yang sudah bersih lalu disuwir halus hingga menyerupai serat-serat tipis. Tahap ini memerlukan kesabaran, karena semakin halus suwiran, semakin lembut pula tekstur abon yang dihasilkan.
Penyajian Bumbu
Bumbu rempah disiapkan dari bahan-bahan lokal yang mudah ditemukan: bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, dan serai. Semua bahan tersebut digeprek atau diiris tipis untuk mengeluarkan aroma alaminya. Wajan besar dipanaskan dengan minyak secukupnya, lalu bumbu dimasukkan dan ditumis hingga harum. Perlahan, aroma khas jahe berpadu dengan serai memenuhi udara, menghadirkan suasana semangat di Posko 2 yang malam itu berubah menjadi dapur kerja mahasiswa.
Pencampuran dengan Ikan
Suwiran ikan lele yang sudah halus dimasukkan ke dalam tumisan bumbu. Dengan api kecil, adonan terus diaduk perlahan dan hati-hati selama hampir dua jam penuh. Proses panjang ini sangat penting untuk memastikan bumbu benar-benar meresap ke dalam serat ikan, sekaligus membuat teksturnya semakin kering. Sambil mengaduk, beberapa anggota tim saling bergantian agar tenaga tetap terjaga, karena mengaduk dalam waktu lama memerlukan kekuatan dan kesabaran ekstra.
Pengeringan
Setelah adonan ikan tampak berubah warna menjadi cokelat keemasan, abon diangkat dari wajan lalu ditiriskan minyaknya. Selanjutnya, abon diangin-anginkan hingga benar-benar kering. Proses ini menentukan kualitas akhir produk, karena abon yang masih lembap bisa cepat basi. Hasil akhirnya terlihat sangat menggugah: abon berwarna kecokelatan, bertekstur kering, dan memiliki aroma gurih dengan sensasi hangat khas jahe yang begitu menonjol.
Pengemasan
Abon yang sudah dingin lalu dikemas menggunakan standing pouch transparan. Kemasan sederhana itu diberi label bertuliskan “JaLeLeNi – Abon Jahe Lele Divani” sebagai identitas produk inovatif. Meski kemasan sederhana, tampilannya sudah cukup menarik dan layak dijual di pasaran.
Suasana malam itu tetap hangat. Sesekali terdengar tawa kecil saat salah satu anggota tim kepedasan ketika mengiris bawang, atau ketika aroma jahe yang kuat membuat mata terasa pedih.
Namun, semua berjalan lancar karena adanya semangat kebersamaan.
Hingga jarum jam mendekati tengah malam, hasil pertama abon JaLeLeNi akhirnya matang. Saat dicicipi, rasa gurih ikan lele berpadu dengan sensasi hangat jahe menghasilkan cita rasa unik yang berbeda dari abon pada umumnya. Malam itu, Posko 2 dipenuhi rasa puas sekaligus bangga, karena kerja keras tim terbayar dengan lahirnya sebuah produk inovatif yang berpotensi besar bagi masyarakat desa.
Keesokan harinya, pada tanggal 9 Agustus 2025, produk abon ikan jahe hasil kreasi Divani resmi diserahkan kepada Bapak Eko Siswoyo, salah satu pelaku UMKM minuman herbal berbahan dasar jahe di Desa Klareyan. Acara penyerahan dilakukan dengan sederhana di halaman rumah Bapak Eko, namun penuh makna. Abon yang baru saja selesai diproduksi malam sebelumnya dikemas rapi dalam standing pouch transparan, diberi label sederhana bertuliskan JaLeLeNi – Abon Jahe Lele Divani.
Dalam kesempatan itu, Divani Anggisha menyerahkan satu pouch abon kepada Bapak Eko sebagai simbol terlaksananya program kerja multidisiplin. Dengan wajah sumringah, Bapak Eko menyambutnya sambil berkata, “Produk ini luar biasa, karena memanfaatkan bahan lokal yang memang banyak di sini. Semoga bisa terus dikembangkan dan menjadi usaha baru bagi warga.” Ucapan itu menjadi penyemangat tersendiri bagi Divani Anggisha, karena ia merasa bahwa jerih payah semalaman telah menemukan apresiasi nyata.
Program ini memberikan manfaat yang begitu luas. Bagi masyarakat, inovasi JaLeLeNi menjadi contoh konkret bagaimana jahe dan ikan lele, dua bahan yang melimpah di Desa Klareyan, bisa diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi. Tidak hanya sebagai pangan sehat, tetapi juga membuka peluang usaha rumahan baru yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Bagi mahasiswa, kegiatan ini menjadi ajang belajar langsung di lapangan, mulai dari mengolah hasil perikanan, bekerja sama dengan masyarakat, hingga merasakan bagaimana rasanya mengubah ide sederhana menjadi solusi nyata. Sementara itu, bagi desa, JaLeLeNi berpotensi menjadi produk unggulan yang memperkuat identitas Desa Klareyan sebagai pusat pangan fungsional berbasis potensi lokal.
Lebih dari sekadar membuat abon, pengalaman ini mengajarkan bahwa inovasi bisa lahir dari kesederhanaan. Jahe yang sering dianggap biasa, dan ikan lele yang biasanya hanya dijual segar, ternyata mampu berubah menjadi produk kreatif yang mendukung ketahanan pangan sekaligus meningkatkan nilai ekonomi. Suasana kerja hingga larut malam di Posko 2 juga meninggalkan kenangan manis—tawa, kerja keras, dan kebersamaan menjadi bagian dari proses belajar yang tak ternilai.
Produk JaLeLeNi sendiri membawa potensi jangka panjang. Dengan kemasan menarik dan strategi pemasaran yang tepat, produk ini bisa dipasarkan tidak hanya di pasar tradisional, tetapi juga di toko modern maupun platform digital. Generasi muda desa diharapkan ikut ambil bagian, misalnya dengan mempromosikan produk lewat media sosial atau marketplace online. Dengan cara ini, lahirlah peluang baru untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan pemuda desa sekaligus memperluas jangkauan pasar.
Selain itu, keberadaan JaLeLeNi juga membuka jalan bagi sinergi UMKM lokal. Sebagai mitra, Bapak Eko melihat kemungkinan menghubungkan produk minuman herbal berbahan jahe yang ia kelola dengan abon ikan jahe ini. Limbah jahe dari usahanya yang semula terbuang bisa dimanfaatkan, sementara ikan lele yang banyak dibudidayakan warga memperoleh bentuk olahan baru. Dengan demikian, tercipta ekosistem usaha desa yang saling mendukung dan berkelanjutan.
Lebih jauh lagi, program ini menunjukkan bahwa pemanfaatan potensi lokal dapat sekaligus menjawab dua tantangan: ketahanan pangan dan peningkatan ekonomi desa. Abon ikan jahe bukan hanya meningkatkan nilai jual hasil perikanan, tetapi juga menjadi alternatif pangan sehat dengan kandungan gizi seimbang. Protein ikan lele berpadu dengan senyawa bioaktif jahe seperti gingerol dan shogaol menjadikan JaLeLeNi tidak hanya lezat, tetapi juga fungsional dalam menjaga daya tahan tubuh.
Akhirnya, pengalaman pembuatan abon JaLeLeNi menjadi bukti nyata bahwa inovasi tidak harus berangkat dari sesuatu yang besar dan rumit. Dari bahan-bahan sederhana seperti ikan lele, jahe, bawang, lengkuas, dan serai, lahirlah produk unik yang dapat menjadi ikon desa. Bagi Divani Anggisha, keberhasilan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari semangat baru untuk terus berinovasi dan berkontribusi bagi Masyarakat.
Dalam penyerahan produk tersebut, Divani Anggisha menyampaikan dengan penuh keyakinan, “Semoga abon JaLeLeNi ini menjadi langkah kecil menuju perubahan besar. Kita mulai dari desa, dengan potensi lokal yang kita miliki, untuk menciptakan pangan sehat dan berdaya saing.”
Kalimat itu menjadi penegas pesan penting dari kegiatan ini: bahwa setiap potensi lokal, sekecil apapun, bila dikelola dengan baik, mampu menjadi berkah bagi masyarakat dan memberi dampak nyata bagi pembangunan desa yang berkelanjutan.
Kegiatan pembuatan JaLeLeNi juga memperlihatkan bahwa inovasi pangan fungsional dapat diintegrasikan dengan tren gaya hidup sehat masyarakat modern. Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan bergizi dan alami, JaLeLeNi hadir sebagai pilihan makanan praktis yang tidak hanya lezat, tetapi juga kaya manfaat kesehatan. Potensi ini membuka peluang pemasaran yang lebih luas, bahkan hingga ke kalangan urban yang cenderung mencari produk-produk sehat berbahan alami. Dengan demikian, JaLeLeNi memiliki daya saing yang kuat di pasaran apabila dikelola secara profesional.
Di masa mendatang, Divani berharap agar inovasi ini dapat ditindaklanjuti oleh masyarakat Desa Klareyan dengan dukungan berbagai pihak, baik pemerintah desa, lembaga pendidikan, maupun pelaku UMKM lokal. Pengembangan JaLeLeNi secara berkelanjutan tidak hanya akan meningkatkan perekonomian desa, tetapi juga menjadi contoh inspiratif bagi desa-desa lain dalam memanfaatkan potensi lokal. Dengan komitmen dan konsistensi, JaLeLeNi dapat berkembang dari sekadar produk hasil KKN menjadi usaha mandiri yang mampu memberikan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan bagi masyarakat luas. (Eko B Art).
Sumber : Divani Anggisha – Perikanan Tangkap.
Comments
Post a Comment