J-Scrub: Inovasi Body Care Jahe dengan penambahan bubuk daun kemuning Alami berbasis Kearifan Lokal Desa Klareyan

PEMALANG, 06 Agustus 2025
Sore itu, suasana Dusun 2 Desa Klareyan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, mulai ramai oleh aktivitas mahasiswa KKN-T 123 Universitas Diponegoro. Setelah beberapa hari sebelumnya berhasil melaksanakan program GingerRoll Jahe, kali ini tim KKN kembali hadir membawa inovasi baru di bidang kesehatan dan perawatan tubuh, yakni J-Scrub. Produk ini merupakan body care alami berbasis jahe yang dipadukan dengan bubuk daun kemuning—tanaman yang banyak tumbuh di pekarangan warga—sehingga memadukan potensi lokal dengan manfaat kesehatan herbal.
Rumah Pak Siswoyo, pemilik UMKM jahe instan, kembali dipilih sebagai lokasi pelaksanaan. Alasannya sama seperti sebelumnya: rumah beliau sudah akrab dijadikan pusat aktivitas warga, terutama saat malam hari ketika banyak tetangga berkumpul membeli minuman jahe hangat. Kali ini, ruang depan rumah ditata lebih rapi, dengan meja panjang untuk bahan-bahan, wadah adonan scrub, dan beberapa kursi melingkar. Di sisi lain, anak-anak muda karang taruna membantu memasang lampu tambahan agar suasana terang dan nyaman.
Dua hari sebelum acara, Putri Sekar Kinanti, mahasiswi Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri Universitas Diponegoro yang tergabung dalam KKN-T 123 Desa Klareyan, memimpin tim dalam menyiapkan segala kebutuhan. Ia membagi tugas: ada yang mencari daun kemuning segar untuk dikeringkan, ada yang menyiapkan bubuk jahe, sementara dirinya fokus menyusun materi sosialisasi dengan bahasa sederhana agar mudah dipahami warga.
“Scrub ini bukan sekadar perawatan tubuh, tetapi juga bukti bahwa jahe bisa dimanfaatkan lebih luas, bukan hanya sebagai minuman,” jelas Putri saat rapat persiapan. Kalimat itu menjadi pegangan tim dalam mengedukasi warga nantinya.
Daun kemuning dipilih karena dikenal dalam pengobatan tradisional Jawa sebagai bahan alami untuk mencerahkan kulit dan mengurangi bau badan. Kombinasi jahe dan kemuning diharapkan menghasilkan produk body scrub yang tidak hanya menyehatkan kulit, tetapi juga menghangatkan tubuh dan memberi relaksasi alami.
Malam pelaksanaan, warga sudah berkumpul sejak pukul 19.30 WIB. Lampu neon dan petromak yang dipasang di teras rumah Pak Siswoyo membuat suasana terang. Aroma jahe rebus bercampur gula merah kembali menguar dari dapur, menemani keakraban warga yang duduk melingkar. Kali ini, yang hadir didominasi ibu-ibu rumah tangga, remaja putri, dan beberapa pemuda karang taruna.
Acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Desa Klareyan yang kembali menekankan pentingnya inovasi berbasis kearifan lokal. “Kita patut bangga, Desa Klareyan tidak hanya dikenal sebagai penghasil jahe instan, tetapi juga punya kreativitas untuk mengolah jahe menjadi produk perawatan tubuh. J-Scrub ini bisa jadi peluang usaha baru,” ucapnya.
Dosen Pembimbing Lapangan, Dr. Siti Fatimah, M.Kes., yang hadir malam itu menambahkan, “Inovasi tidak hanya soal teknologi modern, tetapi bagaimana kita bisa memberi nilai tambah dari bahan sederhana. Jahe dan kemuning adalah contoh nyata bahwa potensi sekitar kita bisa menjadi sumber manfaat besar.”
Setelah sambutan, giliran Putri Sekar Kinanti tampil sebagai fasilitator utama. Dengan penuh percaya diri, ia memaparkan manfaat J-Scrub. “Jahe punya sifat menghangatkan, melancarkan peredaran darah, dan mengurangi pegal. Sementara kemuning bermanfaat untuk mencerahkan kulit, mengurangi minyak berlebih, serta memberi aroma alami yang segar. Ketika keduanya digabungkan, kita mendapat produk body care alami yang aman dan ramah lingkungan,” jelasnya.
Warga terlihat antusias. Beberapa ibu berbisik kagum ketika Putri menunjukkan contoh bubuk jahe dan kemuning yang sudah dikeringkan. “Biasanya kemuning cuma buat pagar, ternyata bisa jadi bahan perawatan tubuh,” ujar Bu Wati, salah satu warga.
Praktik pembuatan dilakukan di meja panjang yang sudah ditata. Bahan-bahan sederhana disiapkan:
Bubuk jahe kering 20 gram
Bubuk daun kemuning 15 gram
Minyak kelapa murni 2 sendok makan
Gula pasir halus 3 sendok makan sebagai scrub agent
Putri menjelaskan tahapannya:
Campurkan bubuk jahe dan kemuning dalam wadah.
Tambahkan gula pasir halus untuk memberi tekstur scrub.
Tuangkan minyak kelapa perlahan hingga adonan berbentuk pasta kental.
Simpan dalam wadah tertutup agar tetap segar.
Warga diajak mencoba langsung. Ibu-ibu tampak senang mencampur adonan dengan tangan sambil mencium aroma harum yang muncul. “Enak sekali baunya, hangat dan segar,” kata Bu Yati.
Seorang remaja putri, Dina, mencoba mengoleskan scrub ke lengannya. “Rasanya hangat, kulit juga jadi lembut,” komentarnya dengan senyum puas.
Sesi diskusi berjalan menarik. Bu Marni, penjual jamu keliling, bertanya, “Kalau scrub ini bisa tahan berapa lama? Apakah harus langsung habis dipakai?”
Putri menjawab, “Jika disimpan dalam wadah tertutup rapat, bisa bertahan 1–2 minggu. Jika ingin lebih awet, bisa tambahkan sedikit vitamin E sebagai pengawet alami.”
Pak Slamet, yang sebelumnya aktif di program GingerRoll, memberi masukan, “Produk ini cocok dijual ke pasar. Ibu-ibu banyak yang suka perawatan kulit alami. Kalau bisa dikemas menarik, saya yakin laris.”
Para pemuda karang taruna juga mengusulkan agar produk diberi kemasan modern dengan label “J-Scrub Herbal Jahe Kemuning” dan dipasarkan lewat media sosial. Ide itu langsung disambut antusias warga, karena banyak yang sudah mulai terbiasa belanja daring.
Pelaksanaan program J-Scrub: Inovasi Body Care Jahe dengan Penambahan Bubuk Daun Kemuning Alami berbasis Kearifan Lokal Desa Klareyan pada dasarnya berjalan dengan baik dan mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. Namun, sebagaimana halnya setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat, tentu terdapat sejumlah hambatan yang perlu dicatat sebagai evaluasi ke depan. Hambatan-hambatan ini bukan semata-mata menjadi penghalang, melainkan justru menjadi bahan pembelajaran yang berharga agar program serupa bisa lebih optimal di masa mendatang.
Hambatan pertama adalah keterbatasan bahan baku, terutama daun kemuning. Walaupun tanaman kemuning cukup banyak dijumpai di pekarangan warga Desa Klareyan, ketersediaannya dalam jumlah besar untuk diolah masih menjadi tantangan. Sebagian besar tanaman kemuning digunakan warga sebagai pagar hidup atau hiasan, sehingga tidak semua bersedia untuk dipetik daunnya. Akibatnya, jumlah produk J-Scrub yang bisa dibuat saat kegiatan berlangsung cukup terbatas. Kondisi ini menunjukkan bahwa perlu adanya sistem budidaya sederhana atau kerja sama antarmasyarakat agar pasokan daun kemuning dapat terjamin jika produk ini dikembangkan secara berkelanjutan.
Hambatan kedua terkait dengan persepsi masyarakat. Beberapa warga, khususnya generasi muda, sempat meragukan apakah produk tradisional berbahan herbal bisa bersaing dengan produk body care modern yang banyak dijual di pasaran. Mereka terbiasa menggunakan produk dengan kemasan pabrik yang lebih praktis, wangi, dan memiliki daya simpan lama. Keraguan ini cukup wajar, sebab masyarakat sering kali menganggap produk lokal sebagai sesuatu yang sederhana dan kurang bernilai jual. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi komunikasi yang lebih efektif, misalnya dengan memberikan bukti nyata manfaat J-Scrub melalui uji coba langsung dan pengemasan yang menarik agar produk lebih meyakinkan.
Hambatan berikutnya adalah keterbatasan waktu kegiatan. Karena kegiatan dilaksanakan pada malam hari, tidak semua warga bisa hadir, terutama para lansia dan ibu-ibu yang sudah kelelahan setelah beraktivitas sepanjang hari. Beberapa anak muda juga terkendala pekerjaan sehingga tidak dapat mengikuti kegiatan secara penuh. Keterbatasan waktu ini membuat proses praktik pembuatan J-Scrub tidak bisa dilakukan secara lebih mendalam, misalnya dengan membuat beberapa variasi resep atau mengeksplorasi metode pengemasan yang lebih inovatif. Padahal, variasi produk sangat penting untuk memperluas pasar.
Selain itu, keterbatasan peralatan juga menjadi hambatan tersendiri. Proses pengolahan bahan seperti pengeringan daun kemuning dan penggilingan jahe masih dilakukan dengan cara manual. Hal ini tentu memakan waktu lebih lama dan hasilnya tidak selalu konsisten. Misalnya, tekstur bubuk yang dihasilkan tidak sepenuhnya halus, sehingga produk J-Scrub yang dihasilkan kadang berbeda kualitasnya antara satu dan yang lain. Jika ingin dikembangkan secara serius, diperlukan dukungan alat yang lebih memadai agar kualitas produk terjaga.
Hambatan lainnya adalah keterbatasan pengetahuan awal masyarakat mengenai manfaat daun kemuning. Sebagian warga menganggap kemuning hanya tanaman pagar dan belum mengetahui khasiatnya bagi perawatan kulit. Akibatnya, butuh waktu lebih lama untuk meyakinkan mereka tentang pentingnya pemanfaatan tanaman lokal. Proses edukasi harus dilakukan dengan cara sederhana, menggunakan bahasa sehari-hari, serta contoh nyata yang mudah dipahami. Hal ini cukup menantang, karena mahasiswa harus mampu menyesuaikan istilah ilmiah menjadi penjelasan praktis.
Meskipun ada berbagai hambatan, kegiatan ini tetap dapat dilaksanakan dengan baik. Hambatan-hambatan yang muncul justru memperkaya pengalaman mahasiswa dan masyarakat dalam berkolaborasi. Dengan adanya kendala, lahirlah ide-ide baru, misalnya perlunya penanaman kemuning secara khusus, pentingnya desain kemasan modern, serta kebutuhan pelatihan lanjutan bagi masyarakat. Hambatan-hambatan tersebut diharapkan bisa menjadi dasar perbaikan sehingga di masa depan J-Scrub tidak hanya menjadi proyek sesaat, melainkan benar-benar berkembang menjadi produk unggulan Desa Klareyan.
Bagi Putri Sekar Kinanti, kegiatan ini memberi pengalaman berharga. “Saya belajar bahwa inovasi tidak harus rumit. Dari bahan sederhana, kita bisa ciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. Melihat ibu-ibu antusias mencoba J-Scrub membuat saya yakin produk ini bisa dikembangkan lebih jauh,” ujarnya.
Sebagai mahasiswa Teknologi Rekayasa Kimia Industri, ia terbiasa dengan eksperimen di laboratorium, namun menghadapi masyarakat membutuhkan pendekatan berbeda. “Di sini kita harus menyampaikan ilmu dengan bahasa yang sederhana, agar warga bisa langsung paham dan praktik,” tambahnya.
Menjelang pukul 22.00 WIB, kegiatan ditutup dengan doa bersama. Warga, mahasiswa, perangkat desa, dan dosen pembimbing berfoto di depan rumah Pak Siswoyo dengan membawa hasil produk J-Scrub dalam wadah kecil. Wajah-wajah penuh senyum menjadi bukti bahwa kegiatan malam itu berhasil membawa semangat baru.
Pak Siswoyo berkomentar, “Kalau sebelumnya rumah saya dikenal sebagai tempat jahe instan, sekarang juga bisa dikenal sebagai tempat lahirnya inovasi scrub herbal. Ini kebanggaan bagi desa.”
Harapan jangka panjang dari program J-Scrub tidak hanya berhenti pada keberhasilan kegiatan sosialisasi dan praktik bersama masyarakat, melainkan lebih jauh ingin mendorong Desa Klareyan, khususnya Dusun 2, agar mampu mengembangkan produk perawatan tubuh berbasis bahan alami sebagai bagian dari identitas lokal sekaligus potensi ekonomi baru. Produk J-Scrub yang berbahan dasar jahe dan bubuk daun kemuning diharapkan menjadi salah satu inovasi unggulan yang tidak hanya memperkenalkan kearifan lokal, tetapi juga menjadi solusi ramah lingkungan, sehat, dan bernilai jual tinggi.
Pertama, harapan utama adalah agar masyarakat Desa Klareyan dapat melihat jahe dan daun kemuning bukan hanya sebagai bahan dapur atau tanaman hias, tetapi juga sebagai sumber daya ekonomi yang bisa dikelola secara kreatif. Melalui pengolahan yang tepat, bahan-bahan lokal ini dapat diubah menjadi produk body care modern yang diminati konsumen. Dengan begitu, warga, terutama ibu-ibu rumah tangga dan pemuda karang taruna, bisa memiliki peluang usaha baru yang menambah penghasilan keluarga. Dalam jangka panjang, jika produksi dilakukan secara konsisten, J-Scrub berpotensi menjadi salah satu produk UMKM unggulan desa yang bisa dipasarkan tidak hanya di lingkungan lokal, tetapi juga menembus pasar regional bahkan nasional.
Kedua, diharapkan produk ini bisa memperkuat citra Desa Klareyan sebagai desa inovatif yang mengedepankan kearifan lokal. Produk J-Scrub memiliki ciri khas karena memadukan jahe dengan daun kemuning, yang jarang ditemui pada produk perawatan tubuh komersial. Kombinasi ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang semakin menyukai produk alami dan unik. Jika dikelola dengan baik, J-Scrub bisa menjadi identitas khas desa, sama halnya seperti daerah lain yang dikenal dengan produk lokal tertentu. Harapan ini sejalan dengan semangat pemberdayaan desa yang ingin mengangkat potensi lokal menjadi kebanggaan bersama.
Selain dari segi ekonomi dan identitas, harapan jangka panjang lainnya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan kulit dengan bahan-bahan alami. Saat ini, banyak produk body care di pasaran mengandung bahan kimia yang bisa berdampak negatif jika digunakan jangka panjang. Kehadiran J-Scrub menjadi alternatif sehat yang bisa digunakan sehari-hari tanpa khawatir akan efek samping. Dengan pemanfaatan jahe sebagai penghangat alami dan daun kemuning yang dipercaya mampu mencerahkan serta menyehatkan kulit, masyarakat akan semakin terbiasa menggunakan produk lokal untuk kebutuhan pribadi. Harapan ini diharapkan juga dapat mengurangi ketergantungan warga terhadap produk luar desa yang cenderung lebih mahal.
Harapan jangka panjang lainnya adalah terciptanya kemandirian UMKM berbasis J-Scrub. Melalui pendampingan berkelanjutan, pelatihan lanjutan, serta dukungan pemerintah desa, kelompok masyarakat yang terlibat dapat membentuk unit usaha bersama. Unit ini nantinya bisa mengatur produksi, distribusi, hingga pemasaran secara lebih terorganisasi. Dengan adanya unit usaha ini, produk J-Scrub dapat diproduksi secara berkesinambungan, menjaga kualitas, dan meningkatkan daya saing. Bahkan, dengan strategi pemasaran digital, J-Scrub bisa dijual melalui platform daring sehingga jangkauan pasarnya semakin luas.
Dari aspek lingkungan, harapan jangka panjang adalah agar masyarakat semakin sadar akan pentingnya pemanfaatan limbah jahe yang biasanya terbuang. Melalui inovasi J-Scrub, limbah yang semula tidak bernilai dapat diubah menjadi produk yang bermanfaat. Hal ini sekaligus mengajarkan masyarakat bahwa pengelolaan sumber daya secara bijak bisa memberikan manfaat ekonomi tanpa merusak lingkungan. Budaya pengolahan limbah ini diharapkan berkembang ke bidang lain, sehingga Desa Klareyan benar-benar menjadi contoh desa yang mampu menerapkan prinsip ramah lingkungan.
Harapan berikutnya adalah munculnya generasi muda desa yang kreatif dan inovatif. Melalui pengalaman mengikuti kegiatan ini, pemuda karang taruna dan mahasiswa bisa terdorong untuk melanjutkan ide-ide serupa, baik dengan memodifikasi J-Scrub menjadi produk lain, maupun mengembangkan inovasi baru dari bahan lokal. Dengan demikian, keberlanjutan inovasi tidak berhenti pada satu generasi, melainkan terus diwariskan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman.
Secara keseluruhan, harapan jangka panjang program ini adalah terwujudnya Desa Klareyan, khususnya Dusun 2, sebagai desa mandiri yang mampu mengolah potensi lokal menjadi produk unggulan bernilai ekonomi, sehat, dan ramah lingkungan. Dengan kolaborasi antara masyarakat, perangkat desa, akademisi, dan mitra usaha, J-Scrub diharapkan benar-benar berkembang menjadi warisan inovasi yang membanggakan desa sekaligus memberi inspirasi bagi daerah lain di Kabupaten Pemalang. Keberlanjutan program ini juga diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru, meningkatkan kesejahteraan warga, dan memperkuat ketahanan ekonomi desa secara menyeluruh. (Eko B Art). 


Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Pengabdian: Mahasiswa KKN-T 158 Dorong Inovasi UKM Kopi Di Desa Jurangmangu

Idul Fitri Adalah Momen Kebersamaan "Berdiri Sama Tinggi, Duduk Sama Rendah"

Mahasiswa KKN Multidisiplin Dorong Kopi Jurangmangu Tembus Pasar Lewat Branding Berbasis Budaya Lokal