"Dari Limbah Jadi Berkah: Edukasi Pembuatan Pupuk Organik Cair di Desa Klareyan"
PEMALANG - Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat melalui kegiatan nyata di lapangan. Mahasiswa tidak hanya hadir untuk belajar dari masyarakat, tetapi juga membawa gagasan, inovasi, dan solusi sederhana yang dapat membantu menjawab persoalan lokal. Tim KKN-T 123 Universitas Diponegoro tahun 2025 mengusung semangat ini dengan melaksanakan sejumlah program kerja di Desa Klareyan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang.
Salah satu program unggulan yang dilaksanakan adalah “Edukasi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Air Limbah Lele”. Program ini terinspirasi dari dua potensi sekaligus permasalahan utama yang ada di Desa Klareyan. Pertama, desa ini memiliki jumlah pembudidaya ikan lele yang cukup banyak, sehingga ketersediaan air limbah lele melimpah. Kedua, mayoritas masyarakat Desa Klareyan juga memiliki kebiasaan menanam berbagai tanaman, baik di pekarangan rumah maupun dalam skala pertanian yang lebih luas.
Namun, sebagian besar air limbah lele hanya dibuang begitu saja, menimbulkan bau tidak sedap, serta berpotensi mencemari lingkungan sekitar. Sementara itu, para petani dan penghobi tanaman masih sangat bergantung pada pupuk kimia yang harganya semakin tinggi dan memiliki efek jangka panjang yang kurang baik bagi kesuburan tanah. Dari kondisi inilah lahir gagasan inovatif untuk mengolah limbah air lele menjadi pupuk organik cair (POC) dengan memanfaatkan bahan tambahan yang mudah diperoleh, yaitu EM4, gula merah, dan air kolam lele itu sendiri.
Pemilihan topik pembuatan pupuk organik cair dari limbah lele bukan tanpa alasan. Air kolam lele yang biasanya dianggap sebagai limbah ternyata mengandung banyak nutrien, seperti nitrogen, fosfor, dan unsur hara lain yang sangat dibutuhkan tanaman. Dengan proses fermentasi yang tepat, limbah tersebut dapat diubah menjadi pupuk cair yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Hal ini sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan, di mana setiap sumber daya lokal diolah kembali agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, tetapi justru memberikan manfaat tambahan bagi masyarakat.
Dalam proses sosialisasi, tim KKN-T 123 tidak hanya menekankan aspek teknis pembuatan pupuk, tetapi juga memberikan pemahaman mengenai dampak jangka panjang yang dihasilkan. Warga diajak untuk melihat bahwa penggunaan pupuk organik cair dapat memperbaiki struktur tanah, menjaga keseimbangan ekosistem mikroba, dan mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia. Dengan demikian, edukasi ini tidak hanya berfokus pada keterampilan praktis, tetapi juga membentuk pola pikir baru bahwa limbah sebenarnya memiliki potensi yang besar bila dikelola secara tepat.
Selain itu, keberhasilan program ini juga ditentukan oleh keterlibatan aktif masyarakat. Antusiasme warga yang tinggi menunjukkan bahwa mereka menyadari pentingnya inovasi sederhana ini untuk menjawab persoalan sehari-hari. Melalui diskusi interaktif, warga memberikan pertanyaan, berbagi pengalaman, bahkan menawarkan ide alternatif dalam proses fermentasi. Hal ini mencerminkan bahwa sosialisasi bukan hanya proses transfer ilmu satu arah, tetapi juga menjadi ruang kolaborasi antara mahasiswa dan masyarakat. Dengan cara ini, hasil program tidak berhenti pada kegiatan KKN saja, melainkan dapat terus dikembangkan secara mandiri oleh warga setelah mahasiswa kembali ke kampus.
Program edukasi ini dirancang untuk memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai potensi pengolahan air limbah lele menjadi pupuk organik cair (POC) sebagai solusi terhadap dua persoalan utama di Desa Klareyan, yaitu limbah kolam lele yang mencemari lingkungan dan ketergantungan terhadap pupuk kimia. Dalam sosialisasi yang dilakukan oleh tim KKN-T 123 Universitas Diponegoro, masyarakat dikenalkan pada manfaat POC, bahan-bahan yang dibutuhkan, serta tahapan pembuatannya secara teori. Pada kegiatan sosialisasi antusiasme warga terhadap informasi yang disampaikan cukup tinggi, terutama dari kalangan petani dan pembudidaya lele yang merasakan langsung permasalahan tersebut.
Program kerja “Edukasi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Air Limbah Lele” memiliki tujuan yang dirancang secara holistik untuk menjawab permasalahan lingkungan sekaligus meningkatkan kapasitas masyarakat Desa Klareyan. Pertama, program ini bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh pembuangan air limbah kolam lele secara langsung ke lingkungan sekitar. Limbah tersebut, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan bau tak sedap, mencemari sumber air, dan berdampak buruk pada kesehatan serta kelestarian lingkungan. Melalui pemanfaatan limbah menjadi pupuk organik cair (POC), maka potensi pencemaran dapat ditekan secara signifikan.
Kedua, program ini juga memberikan alternatif pupuk yang lebih murah, alami, dan ramah lingkungan dibandingkan pupuk kimia yang harganya terus meningkat dan berdampak jangka panjang terhadap kesuburan tanah. Dengan memperkenalkan POC yang mudah dibuat dari bahan-bahan sederhana seperti air kolam lele, EM4, dan gula merah, masyarakat dapat memiliki pilihan yang lebih berkelanjutan dalam menunjang kegiatan bercocok tanam. Tujuan ketiga dari program ini adalah mendorong kemandirian masyarakat dalam penyediaan pupuk, sehingga mereka tidak selalu bergantung pada produk pupuk komersial. Kemandirian ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi rumah tangga petani dan meningkatkan ketahanan pangan lokal. Terakhir, melalui kegiatan edukasi ini, diharapkan tumbuh kesadaran masyarakat bahwa limbah kolam lele dapat diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Dengan demikian, masyarakat diajak untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia di sekitar mereka.
Desa Klareyan terletak di Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang. Desa ini dikenal sebagai desa dengan potensi pertanian dan perikanan yang cukup besar. Hampir setiap rumah tangga memiliki lahan pertanian, baik berupa sawah, tegalan, maupun kebun kecil di pekarangan. Selain itu, sebagian warga juga memilih untuk membudidayakan ikan lele dalam kolam terpal, kolam tanah, atau bak semen karena dianggap mudah, tidak memerlukan lahan luas, dan hasilnya cukup menjanjikan.
Budidaya ikan lele di Desa Klareyan berkembang pesat dalam lima tahun terakhir. Permintaan pasar terhadap ikan lele segar membuat warga semakin tertarik menggeluti usaha ini. Namun, di balik keuntungan tersebut, muncul persoalan baru yaitu limbah air kolam lele. Air kolam biasanya dikeluarkan setelah beberapa minggu pemeliharaan, warnanya keruh, pekat, berbau, dan kaya akan sisa metabolisme ikan serta pakan yang tidak termakan. Apabila dibuang ke selokan atau ke tanah tanpa pengolahan, air ini dapat mencemari lingkungan.
Di sisi lain, ketergantungan masyarakat terhadap pupuk kimia semakin tinggi. Pupuk kimia memang memberikan hasil instan, tetapi penggunaannya yang berlebihan dapat merusak struktur tanah, mengurangi populasi mikroorganisme baik, serta menimbulkan biaya produksi yang semakin besar. Hal ini menjadi beban tersendiri bagi petani kecil di Desa Klareyan.
Program ini dipimpin oleh Divani Anggisha, mahasiswa Jurusan Perikanan Tangkap Universitas Diponegoro sekaligus anggota Tim KKN-T 123. Sebelum pelaksanaan sosialisasi, Divani terlebih dahulu melakukan uji coba pembuatan POC di Posko 2 KKN-T 123 yang berada di Dusun 4, Desa Klareyan.
Praktik pembuatan dilakukan 7 hari sebelum sosialisasi agar hasil fermentasi dapat terlihat dan ditunjukkan kepada masyarakat. Proses fermentasi POC pada dasarnya memerlukan waktu 7–14 hari untuk menghasilkan cairan yang siap pakai. Dengan melakukan percobaan lebih awal, Divani bisa menjelaskan perkembangan yang terjadi dari hari ke hari kepada masyarakat.
Langkah-langkah pembuatan yang dilakukan di Posko 2 adalah:
Menyiapkan wadah berupa jerigen 20 liter dengan penutup rapat.
Mengambil 10 liter air kolam lele langsung dari kolam warga.
Melarutkan 500 gram gula merah dalam air hangat, kemudian memasukkannya ke dalam jerigen.
Menambahkan 200 ml EM4 sebagai mikroorganisme pengurai.
Menutup rapat jerigen lalu menyimpannya di tempat teduh.
Setiap hari, Divani memantau proses fermentasi, mulai dari perubahan bau (dari bau anyir menjadi agak manis-asam), munculnya gelembung gas, hingga perubahan warna cairan. Semua ini dicatat agar bisa disampaikan kepada masyarakat secara nyata.
Selain praktik, Divani juga menyiapkan PowerPoint untuk materi presentasi dan leaflet sederhana berisi informasi mengenai definisi POC, cara pembuatan, cara penggunaan, dan manfaatnya. Leaflet ini dicetak dalam jumlah cukup agar setiap warga yang hadir dapat membawanya pulang.
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada Minggu, 10 Agustus 2025, pukul 15.00 WIB, bertempat di balai kecil RT 5 Dusun 4, Desa Klareyan. Lokasi ini dipilih karena mudah diakses dan cukup nyaman untuk menampung warga.
Sebanyak 20 orang hadir dalam kegiatan ini, terdiri dari bapak-bapak pembudidaya lele serta ibu-ibu yang memiliki hobi menanam sayuran di pekarangan rumah. Kehadiran warga menunjukkan tingginya antusiasme mereka terhadap program yang ditawarkan.
Acara dimulai dengan sambutan dari perwakilan Tim KKN-T 123, yang menjelaskan tujuan dari kegiatan ini sebagai upaya pemanfaatan potensi lokal sekaligus pengurangan limbah. Setelah itu, Divani Anggisha memimpin jalannya sesi edukasi.
Divani memaparkan materi melalui PowerPoint yang ditampilkan menggunakan proyektor. Materi yang dibahas meliputi:
Definisi Pupuk Organik Cair (POC) – apa itu POC dan mengapa berbeda dengan pupuk kimia.
Manfaat POC – meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat pertumbuhan tanaman, menambah hasil panen, dan ramah lingkungan.
Bahan-Bahan Pembuatan – EM4, gula merah, dan air limbah lele.
Langkah-Langkah Pembuatan – disampaikan rinci dengan ilustrasi gambar.
Cara Penggunaan – misalnya untuk tanaman sayur (disemprot 1:10), padi (disiram 1:15), atau tanaman hias (disemprot seminggu sekali).
Sambil menjelaskan, Divani membagikan leaflet kepada seluruh peserta. Leaflet tersebut menjadi pegangan praktis agar warga bisa mengulang proses pembuatan sendiri di rumah.
Divani juga menyiapkan PowerPoint untuk materi presentasi dan leaflet sederhana berisi informasi mengenai definisi POC, cara pembuatan, cara penggunaan, dan manfaatnya. Leaflet ini dicetak dalam jumlah cukup agar setiap warga yang hadir dapat membawanya pulang.
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada Minggu, 10 Agustus 2025, pukul 15.00 WIB, bertempat di balai kecil RT 5 Dusun 4, Desa Klareyan. Lokasi ini dipilih karena mudah diakses dan cukup nyaman untuk menampung warga.
Sebanyak 20 orang hadir dalam kegiatan ini, terdiri dari bapak-bapak pembudidaya lele serta ibu-ibu yang memiliki hobi menanam sayuran di pekarangan rumah. Kehadiran warga menunjukkan tingginya antusiasme mereka terhadap program yang ditawarkan.
Acara dimulai dengan sambutan dari perwakilan Tim KKN-T 123, yang menjelaskan tujuan dari kegiatan ini sebagai upaya pemanfaatan potensi lokal sekaligus pengurangan limbah. Setelah itu, Divani Anggisha memimpin jalannya sesi edukasi.
Divani memaparkan materi melalui PowerPoint yang ditampilkan menggunakan proyektor. Materi yang dibahas meliputi:
Definisi Pupuk Organik Cair (POC) – apa itu POC dan mengapa berbeda dengan pupuk kimia.
Manfaat POC – meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat pertumbuhan tanaman, menambah hasil panen, dan ramah lingkungan.
Bahan-Bahan Pembuatan – EM4, gula merah, dan air limbah lele.
Langkah-Langkah Pembuatan – disampaikan rinci dengan ilustrasi gambar.
Cara Penggunaan – misalnya untuk tanaman sayur (disemprot 1:10), padi (disiram 1:15), atau tanaman hias (disemprot seminggu sekali).
Sambil menjelaskan, Divani membagikan leaflet kepada seluruh peserta. Leaflet tersebut menjadi pegangan praktis agar warga bisa mengulang proses pembuatan sendiri di rumah.
Setelah materi disampaikan, sesi diskusi dibuka. Ternyata, warga sangat antusias dan mengajukan banyak pertanyaan. Beberapa di antaranya adalah:
“Berapa lama pupuk ini bisa disimpan sebelum basi?”
“Kalau tidak punya EM4, bisa pakai bahan lain tidak, misalnya tape atau ragi?”
“Apakah POC ini bisa digunakan untuk padi, atau hanya untuk tanaman sayur saja?”
“Kalau fermentasinya lebih dari dua minggu, apakah masih bagus?”
Divani menjawab semua pertanyaan dengan sabar. Ia menjelaskan bahwa:
POC bisa bertahan hingga 6 bulan jika disimpan rapat dan tidak terkena sinar matahari langsung.
EM4 bisa diganti dengan sumber mikroba lain seperti air cucian beras atau larutan tape, meski hasilnya tidak seoptimal EM4.
POC cocok digunakan untuk semua jenis tanaman, baik sayuran, buah, padi, maupun tanaman hias.
Fermentasi lebih dari 14 hari tidak masalah, justru membuat cairan lebih stabil, asalkan wadahnya tetap tertutup rapat.
Bagi masyarakat, kegiatan ini menghadirkan manfaat nyata berupa tersedianya alternatif pupuk yang murah, ramah lingkungan, dan mudah dibuat sendiri. Kesadaran warga juga meningkat, sebab mereka menyadari bahwa limbah lele yang sebelumnya hanya dipandang sebagai sumber pencemaran ternyata dapat menjadi berkah yang bernilai ekonomis.
Dari sisi lingkungan, program ini memberi dampak positif karena air limbah kolam lele tidak lagi dibuang sembarangan. Hal ini membantu mengurangi risiko pencemaran tanah maupun air, sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem di sekitar desa. Dengan demikian, pengelolaan limbah yang tepat tidak hanya bermanfaat bagi tanaman, tetapi juga bagi keberlanjutan lingkungan hidup.
Bagi mahasiswa, kegiatan ini merupakan pengalaman berharga yang tidak sekadar menambah keterampilan teknis, tetapi juga melatih kemampuan berinteraksi dan membangun kedekatan dengan masyarakat. Mereka dapat menerapkan ilmu yang dipelajari di bangku kuliah ke dalam situasi nyata, sekaligus memahami kebutuhan dan permasalahan masyarakat secara langsung.
Sementara itu, bagi desa Klareyan, kegiatan ini membuka peluang untuk dikenal sebagai desa yang mampu mengolah potensi lokal menjadi solusi berkelanjutan. Inovasi sederhana berupa pembuatan pupuk organik cair dari limbah lele menjadi identitas baru yang memperlihatkan kemandirian desa dalam mengatasi masalah sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, manfaat kegiatan ini tidak hanya dirasakan sesaat, tetapi juga berpotensi memberi dampak jangka panjang bagi perkembangan desa.
Program “Edukasi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Air Limbah Lele” yang dilaksanakan pada 10 Agustus 2025 di RT 5 Dusun 4 Desa Klareyan berjalan sukses. Dengan jumlah peserta sekitar 20 orang, kegiatan ini tidak hanya memberikan pengetahuan baru, tetapi juga menumbuhkan kesadaran pentingnya pengelolaan limbah dan penerapan pertanian organik.
Melalui program ini, Tim KKN-T 123 Universitas Diponegoro berharap masyarakat dapat terus mengembangkan inovasi sederhana berbasis potensi lokal. Pupuk organik cair dari limbah lele bukan hanya sekadar solusi teknis, tetapi juga simbol kolaborasi antara mahasiswa dan masyarakat dalam menciptakan perubahan positif di desa. (Eko B Art).
Sumber :Divani Anggisha – Perikanan Tangkap.
Comments
Post a Comment