Sosialisasi Public Speaking Bersama Ibu-Ibu PKK Desa Klareyan

Pemalang - Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro yang tengah menjalani program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) di Desa Klareyan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, saya merasa sangat beruntung dapat berkontribusi langsung kepada masyarakat. Dalam rangkaian program KKN, saya dan tim berusaha mengadakan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan serta kondisi masyarakat desa. Salah satu program yang saya laksanakan pada Selasa, 22 Juli 2025, adalah sosialisasi mengenai public speaking yang diperuntukkan bagi ibu-ibu anggota PKK Desa Klareyan.

Kegiatan ini berlangsung di Balai Desa Klareyan mulai pukul 14.30 WIB. Acara dibuka oleh rekan saya, Alifio Sulaksono, yang bertugas sebagai MC. Setelah pembukaan, seluruh peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan Mars PKK. Pembukaan ini membantu menciptakan suasana yang nyaman dan akrab, membuat ibu-ibu lebih siap mengikuti kegiatan. Beberapa ibu bahkan ikut bernyanyi dengan semangat, menunjukkan rasa bangga dan antusiasme terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan, Pemalang (22/7/2025).

Ketua PKK Desa Klareyan, Ibu Wiwik Sumanti, memberikan sambutan setelah sesi pembukaan. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan rasa senang dan terima kasih atas inisiatif mahasiswa KKN untuk berbagi ilmu. Ia menilai kegiatan ini membawa variasi baru yang bermanfaat dalam rutinitas PKK. “Saya senang sekali waktu dengar ada anak KKN yang mau isi acara buat ibu-ibu. Apalagi temanya public speaking, itu penting banget. Biasanya kegiatan PKK itu-itu saja, jadi ini menyegarkan,” ujarnya dengan penuh semangat.

Saya memulai sesi materi dengan memperkenalkan tema dan tujuan kegiatan ini. Saya menyampaikan bahwa kemampuan berbicara di depan umum bukan hanya relevan bagi kalangan profesional, tetapi juga sangat penting dalam lingkungan sosial sehari-hari. Terutama bagi ibu-ibu PKK yang seringkali terlibat dalam berbagai kegiatan warga, keberanian dan kepercayaan diri dalam berbicara bisa memberikan dampak yang besar. Dalam konteks ini, public speaking bukan hanya sekadar keterampilan, tetapi juga merupakan alat untuk memberdayakan diri dan meningkatkan partisipasi dalam masyarakat.

Materi yang saya bawakan meliputi definisi public speaking, tujuan dan manfaatnya, serta cara-cara sederhana untuk mengatasi rasa gugup saat tampil di depan banyak orang. Saya memulai dengan pertanyaan ringan kepada peserta, seperti, “Siapa yang pernah merasa gugup saat diminta bicara di depan forum?” Tanggapan dari peserta sangat positif, beberapa tertawa kecil atau mengangguk tanda setuju. Momen ini menjadi jembatan awal untuk menjelaskan bahwa rasa gugup adalah hal yang wajar. Saya juga menekankan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk berbicara di depan umum, asalkan mereka mau berlatih dan berusaha.

Saya mengajak ibu-ibu untuk menyadari bahwa berbicara di depan umum tidak harus sempurna. Yang penting adalah keberanian menyampaikan pesan dengan jelas dan tulus. Saya juga menekankan bahwa public speaking dapat menjadi sarana untuk meningkatkan partisipasi dan kepercayaan diri, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun organisasi seperti PKK. Dalam hal ini, saya memberikan contoh konkret tentang bagaimana kemampuan berbicara dapat membantu mereka dalam menyampaikan pendapat, mengajak orang lain untuk berpartisipasi dalam kegiatan, atau bahkan dalam situasi sehari-hari seperti berbicara dengan tetangga.

Sebagai bagian dari materi, saya membagikan beberapa tips untuk mengurangi rasa gugup. Di antaranya adalah mengambil napas dalam sebelum berbicara, menyiapkan poin-poin utama yang ingin disampaikan, menjaga kontak mata dengan pendengar, dan berbicara dengan ritme yang tenang. Saya juga menyampaikan pentingnya menyadari kekuatan diri dan tidak berfokus pada kesalahan kecil yang mungkin terjadi selama berbicara. Tips-tips ini saya sampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, agar semua peserta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Seluruh materi saya susun berdasarkan pengalaman belajar di mata kuliah "Public Speaking" yang pernah saya ikuti di kampus. Dalam perkuliahan tersebut, saya mempelajari bagaimana menyusun pidato, memilih kata-kata yang efektif, serta menggunakan bahasa tubuh dan intonasi suara secara optimal. Pengalaman itu saya sesuaikan dengan konteks kegiatan PKK agar lebih mudah dipahami oleh ibu-ibu yang hadir. Saya juga menambahkan beberapa contoh situasi yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka, sehingga materi yang disampaikan terasa lebih dekat dan aplikatif.

Untuk mendukung pemahaman, saya menyiapkan leaflet yang berisi ringkasan materi dalam bentuk poin-poin penting. Leaflet ini dirancang agar sederhana dan praktis, sehingga bisa dibawa pulang dan dibaca kembali di rumah. Beberapa ibu langsung tertarik membaca leaflet tersebut dan bahkan mencatat tambahan informasi yang menurut mereka penting. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sangat antusias dan ingin belajar lebih banyak tentang public speaking.

Antusiasme peserta terlihat dari cara mereka menyimak, merespons, dan berbagi cerita. Ada yang menceritakan pengalaman gugup saat bicara di forum warga, ada pula yang tertarik untuk belajar lebih lanjut. Suasana menjadi hidup dan terasa lebih dari sekadar penyampaian materi satu arah. Saya merasa senang melihat interaksi yang terjadi, karena ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mendengarkan, tetapi juga terlibat aktif dalam diskusi.

Persiapan kegiatan ini tidak berlangsung dalam waktu singkat. Sejak awal penugasan KKN, saya sudah mulai memikirkan konsep kegiatan yang bisa menyinergikan keilmuan saya dengan kebutuhan masyarakat. Beberapa hari sebelum pelaksanaan, saya melakukan observasi ringan dan berbincang dengan beberapa warga serta anggota PKK untuk mengetahui apakah tema ini relevan dan dibutuhkan. Ternyata banyak dari mereka yang merasa kurang percaya diri ketika harus menyampaikan sesuatu di hadapan orang banyak. Hal ini semakin memotivasi saya untuk memberikan yang terbaik dalam kegiatan ini.

Saya pun berdiskusi dengan dosen pembimbing lapangan dan tim KKN lainnya. Kami menyepakati bahwa pendekatan terbaik adalah dengan memberikan materi yang ringan tapi aplikatif, serta disampaikan dalam suasana kekeluargaan. Saya juga melatih penyampaian materi beberapa kali, mencoba menyesuaikan nada suara, pilihan kata, dan ekspresi wajah agar lebih membumi dan ramah di hadapan masyarakat desa. Latihan ini sangat membantu saya untuk merasa lebih siap dan percaya diri saat hari H.

Selain itu, proses koordinasi dengan perangkat desa dan Ketua PKK juga menjadi bagian penting. Kami membuat surat permohonan kegiatan, menjelaskan tujuan, waktu, serta manfaat program ini. Ibu Wiwik sangat membantu dan bahkan ikut menyebarkan undangan kegiatan kepada para anggota PKK. Komunikasi yang terbuka dan akrab dengan beliau membuat seluruh proses koordinasi berjalan lancar. Saya merasa bersyukur memiliki dukungan dari pihak desa, karena hal ini sangat mempengaruhi kelancaran acara.

Pada hari pelaksanaan, saya sempat merasa sedikit gugup. Meski sudah beberapa kali tampil di depan umum, berbicara di hadapan audiens yang belum saya kenal tetap memberi tantangan tersendiri. Namun begitu sesi dimulai dan melihat respon hangat dari para peserta, perasaan gugup itu berangsur hilang. Saya mulai merasa lebih rileks dan percaya diri dalam menyampaikan materi. Saya juga berusaha untuk tetap menjaga interaksi dengan peserta, dengan mengajukan pertanyaan dan mengajak mereka untuk berbagi pengalaman.

Setelah saya menyelesaikan sesi public speaking, acara dilanjutkan oleh rekan saya, Sani, yang menyampaikan materi mengenai pembuatan pupuk kompos dari limbah rumah tangga. Materi ini juga mendapatkan respon positif karena langsung berhubungan dengan kegiatan rumah tangga sehari-hari dan mendukung upaya pengelolaan lingkungan. Kombinasi antara peningkatan keterampilan komunikasi dan kesadaran lingkungan menjadikan kegiatan hari itu terasa lengkap dan bermanfaat. Saya merasa senang karena kegiatan ini tidak hanya memberikan pengetahuan baru, tetapi juga memberikan solusi praktis bagi masalah yang dihadapi masyarakat.

Menjelang akhir acara, kami bersama-sama membaca sholawat sebagai bentuk rasa syukur atas kelancaran kegiatan. Kegiatan kemudian ditutup dengan sesi foto bersama, di mana ibu-ibu dan bahkan beberapa anak ikut berpartisipasi. Momen ini menjadi penutup yang menyenangkan dan menjadi kenangan tersendiri bagi kami semua. Saya merasa bangga bisa menjadi bagian dari kegiatan ini dan melihat senyum bahagia di wajah para peserta.

Secara pribadi, kegiatan ini memberikan pengalaman yang sangat berarti bagi saya. Ini adalah kesempatan untuk menerapkan ilmu komunikasi yang saya pelajari di bangku kuliah langsung ke masyarakat. Saya belajar bagaimana menyampaikan pesan secara efektif, menyesuaikan pendekatan dengan audiens yang beragam, serta menjaga agar penyampaian tetap menarik dan mudah dimengerti. Pengalaman ini juga mengajarkan saya tentang pentingnya fleksibilitas dalam berkomunikasi, karena setiap audiens memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda.

Saya juga menyadari bahwa public speaking bukan hanya tentang berbicara, melainkan juga tentang memahami siapa yang kita hadapi dan bagaimana membangun hubungan yang positif dengan mereka. Dalam konteks ini, ibu-ibu PKK adalah audiens yang berpotensi besar dalam menciptakan perubahan di lingkungannya, asalkan mereka diberi ruang dan dorongan untuk lebih percaya diri. Saya berharap, setelah mengikuti kegiatan ini, mereka dapat lebih aktif berpartisipasi dalam forum-forum warga dan menyampaikan pendapat mereka dengan lebih percaya diri.

Kegiatan ini memberi pelajaran bahwa hal-hal sederhana seperti berbicara di depan umum bisa menjadi keterampilan penting dalam memperkuat peran masyarakat. Saya bersyukur karena mendapat kesempatan menyampaikan materi yang bisa diterima dan bahkan menginspirasi peserta untuk berani mencoba. Beberapa ibu menghampiri saya setelah acara, menyampaikan bahwa mereka merasa senang dengan materi yang dibawakan dan merasa termotivasi untuk lebih aktif berbicara dalam kegiatan warga. Ada juga yang meminta agar kegiatan serupa bisa dilakukan kembali dengan sesi praktik.

Saya mencatat semua masukan itu dan menjadikannya evaluasi untuk perbaikan di masa depan. Saya juga merasa lebih percaya diri dalam menghadapi audiens yang belum dikenal, serta mampu mengelola suasana agar tetap fokus meskipun ada tantangan kecil, seperti kehadiran anak-anak yang bermain di sekitar lokasi acara. Pengalaman ini mengajarkan saya untuk tetap tenang dan fleksibel dalam menghadapi situasi yang tidak terduga.

Sosialisasi ini menjadi salah satu pengalaman paling bermakna dalam perjalanan KKN saya. Selain bisa berbagi ilmu yang saya pelajari, saya juga belajar tentang pentingnya mendengarkan, memahami audiens, dan menyampaikan pesan dengan hati. Semoga kegiatan ini bisa menjadi inspirasi bagi program serupa di masa yang akan datang. Saya berharap, ke depan, kegiatan pembekalan keterampilan komunikasi bisa menjadi program rutin di masyarakat. Tidak hanya untuk ibu-ibu PKK, tetapi juga untuk pemuda desa, perangkat RT/RW, hingga pelajar. Karena pada akhirnya, komunikasi yang baik adalah fondasi dari masyarakat yang sehat, terbuka, dan saling mendukung.

Kegiatan ini juga menjadi bukti nyata bahwa ilmu komunikasi tidak terbatas pada teori di dalam kelas. Saat berada di tengah masyarakat, ilmu itu harus dihidupkan melalui pendekatan yang humanis dan empatik. Saya merasa beruntung bisa melihat secara langsung bagaimana sebuah komunikasi yang hangat dapat membangun koneksi, membuka peluang partisipasi, dan menumbuhkan rasa percaya diri pada individu-individu yang sebelumnya merasa ragu. Saya berharap, pengalaman ini dapat menjadi motivasi bagi mahasiswa lainnya untuk terlibat dalam kegiatan serupa dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

Dari kegiatan ini, saya mendapatkan pelajaran bahwa menjadi komunikator yang baik tidak selalu tentang tampil paling fasih atau paling pintar. Lebih dari itu, menjadi komunikator adalah tentang menjadi pendengar yang baik, pembaca situasi yang cermat, dan penyampai pesan yang jujur dan empatik. Nilai-nilai inilah yang akan terus saya bawa dalam setiap interaksi sosial, baik selama masa KKN maupun setelah kembali ke dunia akademik. Saya berkomitmen untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan komunikasi saya, agar dapat memberikan dampak yang lebih besar di masa depan.

Akhir kata, saya berharap kegiatan ini tidak berhenti sampai di sini. Saya ingin ke depannya, kegiatan pembekalan keterampilan komunikasi bisa menjadi program rutin di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama membangun masyarakat yang lebih baik, di mana setiap individu merasa dihargai dan memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat serta berkontribusi dalam pembangunan lingkungan sekitar.

Setelah kegiatan ini, saya juga berencana untuk melakukan follow-up dengan peserta. Saya ingin mengetahui apakah mereka telah menerapkan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari mereka. Saya percaya bahwa dengan melakukan follow-up, kita dapat melihat dampak jangka panjang dari kegiatan ini dan memberikan dukungan lebih lanjut kepada mereka yang membutuhkan. Selain itu, saya juga ingin mengumpulkan testimoni dari peserta mengenai pengalaman mereka setelah mengikuti sosialisasi ini. Testimoni ini bisa menjadi bahan evaluasi dan juga motivasi bagi peserta lainnya untuk berani berbicara di depan umum.

Saya juga berencana untuk mengadakan sesi praktik public speaking di masa mendatang. Dalam sesi ini, peserta dapat langsung mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari. Saya percaya bahwa praktik adalah cara terbaik untuk menguasai keterampilan baru. Dengan memberikan kesempatan kepada ibu-ibu untuk berbicara di depan umum, mereka akan lebih percaya diri dan terbiasa dengan situasi tersebut. Saya akan mengajak mereka untuk berbagi cerita, pengalaman, atau bahkan pendapat mereka tentang isu-isu yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Selain itu, saya juga ingin melibatkan lebih banyak pihak dalam kegiatan ini. Misalnya, mengundang narasumber yang berpengalaman dalam bidang public speaking untuk memberikan pelatihan lebih lanjut. Dengan melibatkan narasumber, peserta dapat belajar dari pengalaman dan pengetahuan orang lain yang lebih berpengalaman. Ini juga akan memberikan variasi dalam metode pembelajaran dan membuat kegiatan lebih menarik.

Saya juga menyadari bahwa penting untuk membangun jaringan antara peserta. Dengan membentuk kelompok diskusi atau komunitas, ibu-ibu dapat saling mendukung dan berbagi pengalaman. Mereka dapat saling memberikan masukan dan dorongan untuk terus belajar dan berkembang. Komunitas ini juga dapat menjadi wadah bagi mereka untuk berlatih berbicara di depan umum secara rutin, sehingga keterampilan mereka semakin terasah.

Dalam jangka panjang, saya berharap kegiatan ini dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas komunikasi di masyarakat. Dengan meningkatnya keterampilan komunikasi, diharapkan masyarakat dapat lebih aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, baik di tingkat desa maupun di tingkat yang lebih luas. Keterampilan komunikasi yang baik juga dapat membantu mereka dalam membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama, serta meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi.

Saya juga ingin menekankan pentingnya dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar. Keluarga yang mendukung akan memberikan motivasi tambahan bagi ibu-ibu untuk berani berbicara di depan umum. Oleh karena itu, saya berencana untuk melibatkan anggota keluarga dalam beberapa kegiatan mendatang, agar mereka dapat memberikan dukungan langsung kepada ibu-ibu yang ingin belajar.

Kegiatan ini juga membuka mata saya tentang pentingnya memahami konteks sosial dan budaya masyarakat. Setiap daerah memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang berbeda, sehingga pendekatan yang digunakan harus disesuaikan. Dalam hal ini, saya berusaha untuk memahami budaya dan kebiasaan masyarakat Desa Klareyan agar materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Saya juga belajar untuk lebih peka terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat, sehingga kegiatan yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi mereka.

Saya berharap, pengalaman ini dapat menjadi bekal bagi saya dalam menjalani karier di bidang komunikasi di masa depan. Saya ingin terus mengembangkan keterampilan komunikasi saya dan berkontribusi dalam meningkatkan kualitas komunikasi di masyarakat. Saya percaya bahwa komunikasi yang baik adalah kunci untuk membangun hubungan yang harmonis dan menciptakan perubahan positif.

Dengan demikian, kegiatan sosialisasi public speaking ini bukan hanya sekadar acara satu kali, tetapi merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran akan pentingnya keterampilan komunikasi di masyarakat. Saya berharap, kegiatan ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya untuk terlibat dalam kegiatan serupa dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Mari kita bersama-sama membangun masyarakat yang lebih baik melalui komunikasi yang efektif dan empatik.
Sumber Penulis : Jasmine Ramadhania Puteri.
(Eko B Art). 

Comments

Popular posts from this blog

Langkah Awal Pengabdian: Mahasiswa KKN-T 158 Dorong Inovasi UKM Kopi Di Desa Jurangmangu

Idul Fitri Adalah Momen Kebersamaan "Berdiri Sama Tinggi, Duduk Sama Rendah"

Mahasiswa KKN Multidisiplin Dorong Kopi Jurangmangu Tembus Pasar Lewat Branding Berbasis Budaya Lokal